Halaman

selamat datang teman-teman

makasih atas kunjungannya .....

Kamis, 18 November 2010

Kusta

A. PENGERTIAN KUSTA
Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.(www.indosiar.comberbagai sumber/Ijs)

B. PERSPEKTIF MASYARAKAT TENTANG KUSTA
Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia masih menduduki peringkat ketiga di dunia sebagai penyumbang penderita baru kusta terbanyak. Masih ada 14 propinsi dan 150 kabupaten yang belum mencapai eliminasi dan yang harus lebih intensif dalam pelaksanaan program kusta.( Menkes dr.Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr. PH;dlm www.dinkesjatengprov.go.id)
Respon utama yang terbersit di benak orang-orang ketika bertemu dengan penderita kusta baik di jalan maupun di umah sakit, umumnya adalah menghindari, takut, merasa jijik, najis, dan lain sebagainya karena alasan takut tertular. Bahkan sebagian masyarakat masih terpatri pada stigma bahwa Kusta atau Lepra ini merupakan sebuah kutukan dari Tuhan dan juga penyakit keturunan. Karena informasi yang tidak lengkap ataupun pemikiran yang salah tersebut, maka pasien Kusta biasanya tidak hanya menghadapi permasalahan dari segi medis saja, tetapi juga menghadapi masalah psikososial. Bahkan permasalahan Kusta ini dapat meluas sampai permasalahan sosial ekonomi, budaya, keamanan, dan ketahanan sosial.( Dian Sofianty P.;dlm www.surabaya-ehealth.org)
Pada zaman dulu ketika pengobatan kusta belum ada, beberapa penderita dibakar hidup-hidup, ditembak atau ditenggelamkan. Rasa takut masyarakat terhadap kusta sangat tinggi karena penderita kusta yang tidak diobati dapat mengakibatkan cacat yang mengerikan. Penyakit kusta memang terlihat begitu ’menyeramkan’ di mata sebagian orang.
Pengertian Keliru Masyarakat Tentang Kusta.
Karena pengertian yang keliru masyarakat tentang penyakit kusta, berkembang pendapat yang keliru tanpa pembuktian. Ada yang menyebutkan bahwa kusta adalah penyakit keturunan atau karena guna-guna. Ada pula yang menyebutkan kusta terjadi karena berhubungan seks saat menstruasi atau salah makan. ((Sinar Harapan/Selasa, 10 Februari 2009; www.dkrindonesia.org) Kekeliruan yang lain, diantaranya :
1) Kusta merupakan penyakit akibat kutukan Tuhan.
Dalam film BENHUR, kita dapat melihat bahwa penderita kusta segera sembuh dari penyakitnya setelah menyentuh jubah Nabi Isa; dan kisah tersebut memang tertulis didalam kitab suci. Didalam kitab suci, kita bisa mendapatkan berbagai macam penyakit yang disembuhkan oleh Nabi Isa (buta, bisu, tuli, lumpuh); bahkan yang sudah meninggalpun ada yang dihidupkan kembali. Jadi kesembuhan itu bukanlah monopoli penyakit kusta.
2) Kusta adalah penyakit keturunan.
Pendapat ini berkembang, terutama karena adanya anak-anak dari penderita kusta yang juga sakit kusta. Karena pendapat ini masih melekat erat di masyarakat, maka ada seorang ibu (pernah menderita kusta, namun saat itu sudah sembuh) yang pada saat anaknya akan menikah, berkata: “Katakan saja pada calon isteri dan calon mertuamu bahwa ibumu sudah meninggal”.
3) Kusta menyebabkan lepasnya jari tangan/kaki tanpa terasa.
Memang benar bahwa ada beberapa penderita kusta yang kehilangan beberapa ruas jari tangan dan/atau kakinya.
4) Penyakit kusta tidak dapat sembuh.
Pada jaman dahulu, penderita kusta harus minum obat seumur hidupnya ( http://ahmadasen.wordpress.com)
Akibat Dari Pengertian Keliru
Sebagian besar penderita adalah dari golongan ekonomi lemah. Dengan adanya kecacatan itu, akan memperburuk kondisi ekonominya, kehilangan lapangan pekerjaan, kehilangan kesempatan kerja, kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
Manifestasi kusta pada kulit, yang merupakan bagian luar dari tubuh dan dapat dilihat orang dapat menyebabkan masalah psikologis. Bercak, benjolan-benjolan pada kulit membentuk paras yang menakutkan. Cacat juga memberi gambaran yang menakutkan, menyebabkan penderita kusta merasa rendah diri, depresi dan menyendiri, bahkan sering dikucilkan oleh keluarganya. (Sinar Harapan/Selasa, 10 Februari 2009; www.dkrindonesia.org)
Ketakutan masyarakat yang sangat berelebihan terhadap penyakit kusta juga sangat berpengaruh terhadap upaya pengobatan dan eliminasi kusta. Saking takutnya masyarakat, ada cerita bahwa dari kuburan seorang penderita kusta, dia masih mampu menularkan kepada orang yang lewat di dekat kuburan itu. Serta pengidap kusta yang dibuang dan bahkan mau dibunuh oleh keluarga. .(Irsyal Rusad; kesehatan.kompasiana.com)

C. Penyakit Kusta Menurut Medis
Kusta atau Lepra atau disebut juga Penyakit Morbus Hansen, Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.(Wikipedia.com/kusta).
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.(Wikipedia.com/kusta).
Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.
Gejala-Gejala Penyakit Kusta
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut yaitu:
• Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia.
• Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
• Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus.
• Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
• Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit.
• Alis rambut rontok.
• Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa). (http://www.smallcrab.com)

Gejala-gejala umum pada kusta / lepra, reaksi :
• Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
• Noreksia.
• Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
• Cephalgia.
• Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
• Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.
• Neuritis.
Tanda-tanda kemungkinan terkena Kusta
1. Tanda-tanda pada Kulit:
o Kelainan pada kulit berupa bercak kemerahan,keputihan, atau benjolan.
o Kulit Mengkilap.
o Bercak yang tidak gatal.
o Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat dan tidak berambut.
o Lepuh tapi tidak nyeri.
2. Tanda-tanda pada Syaraf:
o Rasa kesemutan,tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
o Gangguan kerak pada anggota badan atau bagian muka.
o Adanya kecacatan (deformitas) pada bagian tubuh.
o Terdapat luka tapi tidak sakit. ( http://www.permata.or.id)
Menurut Handoko, penyakit ini memang tergolong penyakit menular, namun masyarakat tidak perlu menjauhi para penderita kusta, sebab penyakit ini tidak begitu mudah menular. Apalagi terhadap orang-orang yang memiliki kekebalan tubuh yang kuat.( FAZARIS TANTI ;www.waspada.co.id)
Penyakit kusta sebetulnya penyakit yang dapat disembuhkan. Pengobatan dan eliminasi kusta biasanya terkendala stigma masyarakat terhadap penderita. Sebagian besar kita masih menganggap kusta sebagai penyakit kutukan, turunan, guna-guna, dosa, makanan dan sebagainya. Karena stigma yang salah itu penderita kusta sendiri merasa malu dengan penyakitnya, keluarga dan masyarakat cendrung mengucilkannya. Ini juga berdampak pada penemuan dan pengobatan dini, sehingga kasus kusta sering ditemukan dalam keadaan sudah timbul cacat. Keadaan cacat pada penederita kusta juga akan mempersulit penyembuhan, karena masyarakat semakin takut dan mereka akan semakin terisolir .
Pengidap kusta yang cacat, yang sering duduk, berbaring, yang mengemis, meminta-minta di persimpangan jalan, di keramaian, dan yang dikucilkan, dibuang seharusmya ke depan tidak boleh dibiarkan lagi. Mereka ada disana, sebagian karena sikap kita yang salah, stigma yang keliru, karena kita juga menistainya dan mengabaikannya. Padahal, mereka mempunyai hak untuk sehat, hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang harus dipenuhi, dihormati dan dipelihara oleh nagara. Atau, mungkin karena Gayus-Gayus itu, hak-hak mereka jadi tidak terpenuhi.(Irsyal Rusad; kesehatan.kompasiana.com)
Banyak orang takut berlebihan tertular penyakit kusta. Padahal menurut penelitian medis Kusta merupakan jenis penyakit menular yang sulit menular. Ada 3 (tiga) kelompok orang dalam system penularan penyakit kusta:
1. Orang yang memiliki tingkat imunitas (kekebalan) tinggi terhadap kuman kusta, maka orang tersebut akan resisten terhadap kuman kusta.
2. Orang yang memiliki kekebalan rendah terhadap kuman kusta, maka mungkin orang tersebut dapat terinfeksi kuman kusta namun akan sembuh dengan sendirinya.
3. Orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit kusta. Jika orang tersebut melakukan kontak langsung dan dalam waktu yang lama dengan orang yang membawa bakteri kusta dan belum minum obat, maka orang tersebut akan mengalami sakit kusta.( http://www.permata.or.id)

D. Upaya Penganggulangan Yang Dilakukan.
Upaya rehabilitasi para penyandang kusta telah banyak dilakukan. Upaya pemulihan secara medis, psikologis, pemberdayaan dalam hal kemampuan kemandirian, sosial, serta pendidikan sudah menjadi program pusat-pusat pelayanan kesehatan bagi penyandang kusta. Bahkan program pengobatan gratis pun sudah bisa diperoleh di puskesmas dan rumah sakit-rumah sakit milik pemerintah.
Pemerintah juga telah membangun beberapa rumah sakit khusus untuk penderita kusta. Jumlahnya secara keseluruhan 22 rumah sakit dengan total kapasitas tempat tidur 2.274 unit (2003).
Upaya pemasyarakatan adalah yang paling sulit. Leprophobia atau ketakutan yang berlebihan pada masyarakat dan petugas kesehatan terhadap penderita kusta masih menjadi masalah utama. Pandangan yang salah tentang kusta sebagai kutukan, penyakit keturunan, atau akibat guna-guna mempersulit upaya pengobatan.
Penderita dan keluarganya akan malu memeriksakan penyakit tersebut ke pusat pelayanan kesehatan sehingga tak jarang penderita justru disembunyikan. Kondisi tertekan yang akhirnya memunculkan keputusasaan tidak jarang membuahkan sikap masa bodoh. Akibatnya, penyakit yang diderita semakin parah dan semakin membuka peluang penularan.
Kalaupun sudah berhasil disembuhkan, tidak mudah bagi petugas kesehatan atau rumah sakit memulangkan kembali pasien kusta ke tempat asalnya karena takut ditolak penduduk setempat. Tak heran jika kemudian mereka tetap berada di lingkungan rumah sakit atau balai pengobatan.
Leprosaria atau perkampungan kusta tumbuh sebagai jalan keluar. Meski tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, ini cukup membantu pemulihan, baik secara fisik maupun psikis. Menurut catatan ada 68 leprosaria yang tersebar di 21 provinsi, tetapi hingga tahun 2003 hanya 43 leprosaria yang masih aktif. (Nila Kirana/ Litbang) – Kompas(WordPress.com)
Kebanyakan penderita kusta mengalami kecacatan disebabkan keterlambatan orang tersebut untuk meminum obat atau meminum obat itu dengan tidak sempurna atau pengobatannya tidak tuntas, jika penderita meminum obat dengan cepat maka kecacatan akibat saraf tepi yang mati tadi dapat di cegah atau dihindari.( Doddy Tumanduk; forum.detik.com)

Upaya yang dilakukan Tentu salah satunya adalah melalui sosialisasi kepada masyarakat. Kita terus berupaya menginformasikan bahwa penderita kusta yang sudah ditangani tidak akan menular lagi. Sama dengan penyakit umum lainnya, karena langsung sembuh.( Dr dr Rasyidin Abdullah MPH: sangdokter.blogspot.com)
Yang Sebaiknya Dilakukan
1) Rehabilitasi Mental
Seperti telah dijelaskan, setiap penderita yang dinyatakan menderita penyakit kusta akan mengalami kegoncangan jiwa dan masing-masing mempunyai cara sendiri untuk bereaksi terhadap keadaan ini. Pada umumnya mereka dibayang-bayangi oleh ketakutan yang sangat mendalam akan timbulnya cacat fisik akibat penyakit ini.. Penyuluhan kesehatan berupa bimbingan mental, harus diupayakan sedini mungkin pada setiap penderita, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya, untuk memberikan dorongan dan semangat agar mereka dapat menerima kenyataan ini. Selain itu juga agar penderita dapat segera mulai menjalani pengobatan dengan teratur dan benar sampai dinyatakan sembuh secara medis. Informasi yang perlu disampaikan antara lain sebagai berikut:
 Tentang penyakit kusta dan pengobatannya
 Hal-hal yang berkaitan dengan stigma dan leprofobi
 Masalah psikososial kusta
 Komplikasi, misalnya neuritis dan reaksi yang sering sekali timbul selama proses pengobatan dan setelah pengobatan selesai
 Proses terjadinya cacat kusta dan berlanjutnya cacat tersebut.Peran serta masyarakat pada penanggulangan penyakit kusta.
 Masalah rujukan dan rumah sakit rujukan.
 Dan lain-lain yang dianggap perlu, misalnya rehabilitasi, berbagai upaya kesehatan terhadap penyakit kusta.
Petugas kesehatan, baik tenaga medis maupun paramedic harus dibekali dengan pengatahuan kusta yang memadai supaya terampil dalam memberikan penyuluhan kusta dengan baik dan bermanfaat. Bimbingan mental ini harus didukung juga oleh partisipasi aktif dari pemuka masyarakat dan pemuka agama pada setiap kesempatan yang ada.
2) Rehabilitasi Karya
Tidak semua penderita kusta bila sembuh data[dapat] kmbali bekerja pada pekerjaan semula, apalagi bila pekerja terlanjur mengalami cacat fisik. Walaupun telah diupayakan rehabilitasi medis dan dinyatakan sembuh dari penyaitnya, mantan penderita tidak data[dapat] melakukan pekerjaan yang sama seperti sedia kala. Dalam banyak hal adanya stigma atau leprofobia akan menyebabkan penderita (mantan) kerap kali menghadapi kendala social, sehingga perlu mengganti jenis pekerjaan untuk memugkinkan mencari nafkah bagi diri dan keluarganya.
Upaya rehabilitasi karya ini dilakukan agar penderita yang sudah erlanjur cacat dapat kembali melakukan pekerjaan yang sama, atau dapat melatih diri terhadap pekerjaan baru sesuai dengan tingkat cacat, pendidikan dan pengalaman bekerja sebelumnya. Disampng itu penempatan di tempat kerja yang aman dan tepat akan mengurangi risiko berlanjutnya cacat pada penderita kusta.
3) Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi social bertujuan memulihkan fungsi social ekonomi pernderita. Hal ini sangat sulit dicapai oleh penderita sendiri tanpa partisipasi aktif dari masyarakat di sekitarnya. Rehabilitasi social bukanlah bantuan sosia yang harus diberikan secara terus menerus, melaikan upaya yang bertujuan untuk menunjang kemandirian penderita. Upaya ini dapat berupa :
 Memberikan bimbingan social.
 Memberikan peralatan kerja.
 Memberikan alat bantu cacat, misalnya kursi roda atau tongkat jalan.
 Memberikan bantuan penempatan kerja yang lebih sesuai dengan keadaan cacatnya.
 Membantu membeli/memakai hasil-hasil usaha mereka
 Membantu pemasaran hasil-hasil usaha mereka.
 Memberi bantuan kebutuhan pokok, misalnya pangan, sandang, papan, jaminan kesehatan, dan sebagainya.
 Memberikan permodalan bagi usaha wiraswasta.
 Memberi bantuan pemulangan ke daerah asal.
 Memberikan bimbingan mental/spiritual.
 Memberikan pelatihan ketrampilan/magang kerja dan sebagainya.
Dari segala upaya tersebut , sangat diharapkan peran serta masyarakat dalam menunjang keberhasilan resosiaisasi mereka. Semua akan dapat terlaksana dengan baik apabila stigma dapat ditekan hingga seminimal mungkin. Dengan demikian kehadiran mereka dapat diterima oleh masyarakat, hasil karya dan usaha mereka mau dibeli serta dipakai oleh masyarakat. Tanpa partisipasi, maka segala usaha tersebut tidak akan berhasil.( http://4kesmas4.blogspot.com)

1 komentar:

  1. terima kasih informasinya sangat bermanfaat sekali , oya untuk artikel yang membahas mengenai rehabilitas mungkin bisa kunjung website ini http://www.tanyadok.com/kesehatan/rehabilitasi-untuk-penderita-kusta

    BalasHapus