Halaman

selamat datang teman-teman

makasih atas kunjungannya .....

Senin, 30 April 2012

IKLIM KERJA

KELOMPOK 4 
DIAH PITHALOKA SUMARNA
 K111 09 327 


BAGIAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012 

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan industri dengan produk dan distribusinya telah menimbulkan suatu lingkungan atau situasi yang berakibat beban tambahan jasmani dan rohani tenaga kerja. Terdapat beberapa faktor beban tambahan yakni faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, dan faktor mental psikologis. Dimana iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik dan dalam jumlah yang cukup data mengganggu daya kerja seorang tenaga kerja (Purwanto, 2010).
Di Indonesia masih banyak perusahaan besar maupun menengah dan kecil yang belum memikirkan iklim kerja. Padahal iklim kerja merupakan salah satu aspek yang cukup penting dalam suatu perusahaan. Iklim kerja yang tidak tepat dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas, sebaliknya iklim kerja yang tepat atau optimal akan memberi kenyamanan yang akan meningkatkan produktivitas kerja (Purwanto, 2010).
Iklim kerja yang  dikondisikan pengaturannya serta pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau yang tidak mengenakkan) merupakan salah satu sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai, karena temperature yang terlalu panas atau dingin dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosi karyawan (Purwanto, 2010).
Orang-orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29C-30C dengan kelembapan sekitar 85–95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama seminggu pertama berada di tempat panas, sehingga setelah itu ia mampu bekerja tanpa pengetahuan tekanan panas (Purwanto, 2010).
Di tempat kerja, teknologi atau mesin sering sinkron dengan pemakaian energi atau panas yang terbebas, hal ini menimbulkan masalah baru yaitu pengaruh cuaca kerja atau suhu kerja terhadap tenaga kerja. Di tempat kerja pada perusahaan-perusahaan suhu kering sering bernilai (30-34)C  bahkan kadang-kadang sampai 40C. Suhu radiasi pernah mencapai 45C, dimana ini sangat mempengaruhi sekali terhadap kesehatan atau kondisi tubuh pekerja (Purwanto, 2010).
Tempat kerja yang baik seharusnya melakukan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan kerja para pegawainya. Sebagai sumber daya manusia, tenaga kerja harus mendapat perhatian penuh, terutama terhadap kebutuhan mereka untuk mencapai kelayakan dan kesejahteraan yang memadai. Harapan pemenuhan kebutuhan pada setiap individu tentunya berbeda karena sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam bekerja (Alugoro, 2002).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam bekerja guna kelancaran proses pekerjaan yaitu faktor iklim kerja. Menurut Ardyanto (2005), panas yang dihasilkan selama proses pekerjaan akan menyebar ke seluruh lingkungan kerja, sehingga mengakibatkan suhu udara di lingkungan kerja juga meningkat. Lingkungan kerja yang panas diukur dengan beberapa pengukuran seperti suhu kering, suhu basah, kecepatan angin, dan kelembapan udara. Lingkungan kerja nyang panas lebih banyak menimbulkan permasalahan daripada lingkungan kerja yang dingin. Hal ini karena umumnya manusia lebih mudah melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara yang rendah daripada suhu udara yang tinggi.
Menurut penelitian Adiono (2002) di Rumah Sakit se-Kota Palu ternyata terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kinerja perawat, iklim kerja yang mendukung kinerja yang baik sebesar 70,1%, sedangkan iklim kerja yang kurang mendukung kinerja perawat sebesar 33,0%. Sedangkan penelitian Pramono (2004) di RSU H. Sahudin Kutacane mendapatkan iklim kerja mendukung 48,0% terhadap kinerja perawat.
Dari hasil penelitian tersebut dapat menginformasikan bahwa kondisi iklim kerja sangatlah mempengaruhi kinerja tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk mengetahui iklim kerja di suatu tempat kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas (heat strees). Salah satu caranya mengukur indeks suhu basah dan Bola (ISBB).


B.       Tujuan Penelitian
1.       Tujuan Umum
Mengetahui kondisi fisik berdasarkan pengukuran iklim kerja ruangan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat.
2.       Tujuan Khusus
a.    Mengukur iklim kerja ruangan di Laboratoium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
b.    Menganalisa perbedaan pengukuran ISSB antara manual maupun berdasarkan alat ukur.
c.    Untuk mengetahui prinsip kerja dan cara pemakaian alat ukur iklim kerja.
C.       Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi mahasiswa dan petugas laboratorium, yaitu:
a.         Dapat menjadi masukan bagi teman-teman dalam merencanakan suhu udara ruang kerja yang sesuai dengan lingkungan kerja
b.         Dapat menjadi salah satu sumbangan dalam pengetahuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan masyarakat dalam bidang kesehatan kerja.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.       Iklim Kerja
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat factor ini dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut tekanan panas (Ramdan, 2007 dalam Putra 2011). Menurut Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannnya.
Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelmababna udara, kecepatan gerakan udara, dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan produktifitas kerja. Suhu udara yang dianggap nikmat bagi orang Indonesia ialah berkisar 240C–260C dan selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 50C. batas kecepatan angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5 m/dtk (Subaris, 2007 dalam Putra 2011).
B.       Suhu
Tubuh pekerja dapat kehilangan panas jika terjadi kontak langsung dengan benda yang suhunya lebih rendah dari suhu tubuh atau kulit. Penghantaran panas dengan cara ini disebut dengan konduksi. Besarnya panas yang hilang tergantung pada besarnya perbedaan antara suhu kulit dengan media penghantar. Misalnya, air adalah konduktor yang lebih baik dari udara. Jadi tubuh lebih cepat keholangan panas dalam air dingin daripada dalam udara pada suhu yang sama. Akan tetapi kehilangan panas tubuh dengan konduksi sangat sedikit, pengaruh panas llingkungan pada tubuh lebih banyak melalui radiasi. Suatu kenyataan, bahwa tiap benda panas (termasuk tubuh manusia) mengeluarkan gelombang-gelombang elektromagnetik. Radiasi dapat terjadi tanpa melalui media penghantar dan dengan cara ini maka bumi mendapatkan panas dari matahari (Wahyu, 2003).
C.       Kelembapan
Kelembapan adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasanya dinyatakan dalam persentase (Sedarmayanti, 2009). Salah satu cara penurunan suhu tubuh adalah dengan evaporasi (penguapan). Evaporasi adalah proses perubahan sifat zat dari bentuk air menjadi gas (uap). Pada tubuh manusia, penguapan terjadi melalui pernapasan (paru-paru) dan keringat (kulit). Yang terbanyak melalui kulit. Keringat yang keluar akan cepat menguap bila kelmbaban udara rendah. Penguapan ini terjadi dengan mengambil panas tubuh (Wahyu, 2003).
Jadi berkeringat dapat menurunkan suhu tubuh, namun terjadi bila ada penguapan. Pada lingkungan dengan kelembapan tinggi, seseorang dapat berkeringat tanpa memperoleh efek pendinginan. Keringat tidak menguap tetapi menetes (Wahyu, 2003).
D.       Kecepatan Angin
Gerakan atau aliaran udara adalah faktor penting dalam membantu penurunan suhu tubuh. Adanya aliran udara menyebabkan udara yang terdapat di lapisan dekat kulit dapat diganti oleh udara yang suhunya rendah dan lebih kering (Wahyu, 2003).
Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan dengan cara seperti ini disebut konveksi. Media penghantar pada konveksi biasanya adalah udara atau air. Kecepatan aliran udara (media) mempengaruhi prose pertukaran panas. Kulit yang tidak terlindung pakaian akan berhubungan langsung dengan udara dan pertukaran panas lebih cepat terjadi. Sedangkan pada bagian tubuh yang tertutup pakaian terdapat lapisan udara yang tidak bergerak, yang juga merupakan penghalang terjadinya sentuhan dengan udara yang bergerak (mengalir). Gerakan udara juga memperlancar terjadi pelepasan panas tubuh yang lebih panas dan lembab yang berada di permukaan kulit diganti dengan udara yang suhu lebih dingin. Prinsip konveksi jelas tampak pada efek pendinginan dengan kipas angin (Wahyu, 2003).
E.       Panas Radiasi
Radiasi adalah proses yang dengan gelombang elektromagnetik dipindahkan melalui ruangan tanpa pemindahan materi dalam ruangan atau pancaran panas yang dikeluarkan dari tubuh manusia ke lingkungan sekitarnya dapat berbentuk sebagai suatu gelombang elektromagnetik. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi. Pengaruh panas lingkungan pada tubuh lebih banyak melalui radiasi. Suatu kenyataan, bahwa tiap benda panas (termasuk tubuh manusia) mengeluarkan gelombang-gelombang elektromagnetik. Radiasi dapat terjadi tanpa melalui media penghantar dan dengan cara ini maka bumi mendapatkan panas dari matahari (Wahyu, 2003). Panjang gelombang radiasi berkisar antara 180 nm sampai 400 nm.
F.        Macam Iklim Kerja
Kemajuan teknologi dan proses produksi didalam industry telah menimbulkan sesuatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim dan cuaca tertentu yang dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin (Putra, 2011).
1.    Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dpaat disebabkan oleh gerakan angin, kelmbaban, suhu udara, suhu radiasi, sinar matahari (Budiono, 2008 dalam Putra, 2011).
Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus-menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan ke lingkungan sekitar. Agar tetap seimbang anatara pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi (Suma’mur, 1996 dalam Putra, 2011).
Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim kerja yang terlalu tinggi adalah apa yang dinamakan dengan heat stress (tekanan panas). Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang diterima tubuh yang merupakan kombinasi dari kerja fisik, faktor lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan udara, perubahan panas radiasi) dan faktor pakaian. Tekanan panas akan berdampak pada terjadinya (Putra, 2011) :
a.       Dehidrasi
Penguapan yang berlebihan akan mengurangi volume darah dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak akan kekurangan oksigen.
b.      Heat Rash
Yang paling umum adalah prickly heat yang terlihat sebagai papula merah, hal ini terjadi akibat sumbatan kelenjar keringat dan retensi keringat. Gejala bias berupa lecet terus-menerus dan panas disertai gatal yang menyengat.
c.       Heat Fatigue
Gangguan pada kemampuan motorik dalam kondisi panas. Gerakan tubuh menjadi lambat, kirang waspada terhadap  tugas.

d.      Heat Cramps
Kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida dalam darah sampai di bawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau bersama dengan kelelahan panas, kekejangan timbul secara mendadak.
e.       Heat Exhaustio
Dikarenakan kekurangan cairan tubuh atau elektrolit
f.       Heat Sincope
Keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama penajanan panas dan tanpa kenaikan suhu tubuh atau penghentian keringat
g.      Heat Stroke
Kerusakan serius yang berkaitan dengan kesalahan pada pusat pengatur suhu tubuh. Pada kondisi ini mekanisme pengatur suhu tidak berfingsi lagi disertai hambatan proses penguapan secara tiba-tiba (Ramdan, 2007 dalam Putra 2011).
Tingkat kerja cenderung mengatur sendiri, yakni pekerja akan secara volunter (sukarela) menurunkan tingkat pekerjaannya bila dia merasaka panas berlebihan kecuali untuk pemadaman kebakaran dan pekerjaan penyelamatan, karena tekanan psikologik akan mengatasi kondisi normal.
Faktor luar seperti kadar kelembapan dan angin akan mempengaruhi tahanan pakaian erhadap aliran panas. Pakaian yang lembab akan mempunyai yahanan yang lebih rendah. Kecepatan aliran udara yang lebih tinggi akan cenderung mengempiskan pakaian, mengurangi ketebalannya dan ketahanannya juga. Sementara pada pakaian yang teranyam terbuka, angin dapat menghilangkan lapisan udara hangat yang ada di dalam. Kecuali jika dipergunakan sebagai pelindung bahaya kimia atau bahaya lainnya. Isolasi perorangan cenderung mengatur sendiri, orang menambah atau membuang lapisan pakaian sesuai dengan perasaan kenyemanannya.
Lama pemajanan dapat beragam sesuai dengan jadwal kerja atau istirahat, lebih baik dengan masa istirahat yang diambil dalam lingkungan yang kurang ekstrem (Hamington, 2005 dalam Putra, 2011).
Orang-orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29-300C dengan kelembapan sekitar 85-95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama seminggu pertama berada di tempat panas, sehngga setelah itu ia mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas (Putra, 2011).
2.    Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan pengaruh suhu ruangan sangat rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit yang terkenal yang disebut dengan chilblains, trench foot, dan frostbite.
Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat iklim kerja suhu dingin dilakukan melalui seleksi pekerja yang fit dan penggunaan pakaian pelindung yang baik. Disamping itu, pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara periodik (Budiono, 2008 dalam Putra, 2011)
Reaksi setiap orang dengan orang lain berbeda-beda walaupun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Purwanto, 2010) :
1.      Umur
Pada orang yang berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap cauca panas bila dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena pada orang usia lanjut kemampuan berkeringat lebih lambat dibandingkan dengan orang muda dan kemampuan tubuh untuk orang berusia lanjut dalam mengembalikan suhu tubuh menjadi normal lebih lambat dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda.
2.      Jenis Kelamin
Pada iklim panas, kemampuan berkeringat laki-laki dan perempuan hampir sama, tetapi kemampuan beraklimatisasi wanita tidak sebaik laki-laki, wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada terhadap suhu panas. Hal tersebut mungkin disebabkan kapasitas kardiovasa pada wanita lebih kecil.
3.      Kebiasaan
Seorang tenaga kerja yang terbiasa dalam suhu panas akan lebih dapat menyesuaikan diri dibandingkan tenaga kerja yang tidak terbiasa.

4.      Ukuran Tubuh
Orang yang ukuran tubuh lebih kecil mengalami tekanan panas yang relative lebih besar tingkatannya karena adanya kapasitas kerja maksimum yang lebih kecil. Sedangkan orang gemuk leih mudah meninggal karena tekanan panas dibandingkan orang yang kurus. Hal ini karena orang yang gemuk mempunyai rasio luas permukaan badan dengan berat badan lebih kecil di samping kurang baiknya fungsi sirkulasi.
5.      Aklimatisasi
Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan yang ditandai dengan menurunnya frekuensi denyut nadi dan suhu mulut atau suhu badan akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi dapat diperoleh dengan bekerja pada suatu lingkungan kerja yang tinggi untuk beberapa waktu yang lama. Biasanya aklimatisasi terhadap panas tercapai sesudah dua minggu bekerja di tempat itu. Sedangkan meningkatnya pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu.
6.      Suhu Udara
Suhu nikmat sekitar 24°C-26°C, bagi orang-orang Indonesia suhu panas berakibat menurunnya prestasi kerja, cara berpikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C.

7.      Masa Kerja
Secara umum lamanya seseorang menjalani suatu pekerjaan akan mempengaruhi sikap dan tindakan dalam bekerja. Semakin lama seseorang menekuni suatu pekerjaan maka penyesuaian diri dengan lingkungan kerjanya semakin baik
8.      Lama kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitas. Segi terpenting dari persoalan waktu kerja meliputi:
1)   Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik.
2)   Hubungan antara waktu bekerja dan istirahat.
3)   Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang (pagi, siang, sore) dan malam.
G.       Pengukuran
Pengukuran iklim kerja dapat dilakukan melalui 3 alat, yaitu: Heat Stress Monitor, Anemometer, dan Higrometer.
1.    Heat Stress Monitor adalah suatu alat untuk mengukur tekanan panas dengan parameter Indeks Suhu Bola Basah (ISBB).
2.    Anemometer adalah suatu alat untuk mengukur tingkat kecepatan angin.
3.    Higrometer adalah suatu alat untuk mengukur tingkat kelembapan udara.
Berdasarkan Permenkertrans No. PER 13/MEN/X/2011, nilai ambang batas iklim kerja Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) yang diperkenankan, adalah:
Tabel 1.
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Dan Bola (ISBB) Yang Diperkenankan

Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam
ISBB (°C)
Beban Kerja
Ringan
Sedang
Berat
75% - 100%
31,0
28,0
-
50% - 75%
31,0
29,0
27,5
25% - 50%
32,0
30,0
29,0
0% - 25%
32,2
31,1
30,5
(Sumber: Permenkertrans No. PER 13/MEN/X/2011)
Indeks Suhu Bola Basah untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu Kering
Indeks Suhu Bola Basah untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola
Catatan:
a)      Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kk/jam.
b)      Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 kk/jam sampai dengan kurang dari 350 kk/jam.
c)      Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 350 kk/jam sampai dengan kurang dari 500 kk/jam.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.          Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan 13 April 2012 pada pukul 15.00 WITA.
B.           Tempat Penelitian
Lokasi atau tempat yang merupakan obyek penelitian ini adalah Laboratorium Terpadu Lt.3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
C.          Instrumen Penelitian
1.     Heat Stress Monitor (WIBGET RSS-214)

Gambar III.3.1. Heat Stress Monitor (WIBGET RSS-214)




2.     Anemometer (YK-80AM)
Gambar III.3.2. Anemometer (YK-80AM)
3.     Higrometer (HT-3009)
Gambar III.3.3. Higrometer (HT-3009)
D.          Prinsip Kerja
1.     Heat Stress Monitor
Alat diletakkan pada titik pengukuran sesuai dengan waktu yang ditentukan, suhu basah alami, suhu kering, dan suhu bola dibaca pada alat ukur, dan indeks suhu basah dan bola diperhitungkan dengan rumus.

2.     Anemometer
Alat diletakkan pada titik pengukuran sesuai dengan waktu yang ditentukan yang menjadi sumber arah angin.
3.     Higrometer
Alat diletakkan pada titik pengukuran sesuai dengan waktu yang ditentukan yang dilakukan pada saat bersamaan dengan pengukuran kecepatan angin. Posisi peletakan tepat di belakang anemometer.
E.           Cara Kerja
1.    Heat Stress Monitor
Langkah-langkah prosedur kerja adalah sebagai berikut:
a.    Merendam kain kasa putih pada thermometer suhu basah alami dengan aquadest, jarak antara dasar lambung thermometer dan permukaan tempat air 1 inci. merangkaikan alat pada statif dan paparkan selama 5 menit.
b.   Merangkaikan thermometer suhu kering pada statif dan paparkan selama 5 menit
c.    Memasang thermometer suhu bola pada bola tembaga warna hitam (diameter 15 cm, kecuali alat yang sudah dirakit dalam satu unit), lambung thermometer tepat pada titik pusat bola tembaga. Rangkaikan alat pada statif dan paparkan selama 5 menit
d.   Meletakkan alat-alat tersebut di atas pada titik pengukuran dengan lambung thermometer setinggi 1 m-1,25 m dari lantai. Ingat tekan tombol POWER untuk mengaktifkan Heat Stress Monitor dan tunggu sampai normal.
2.    Anemometer
Langkah-langkah prosedur kerja adalah sebagai berikut:
a.    Memasangkan alat pada monitor.
b.    Tekan tombol POWER untuk mengaktifkan lalu tunggu sampai angka normal
c.    Angka (bagian atas) pada layar anemometer adalah untuk menghitung kecepatan angin (satuan, m/s), sedangkan angka pada bawah layar anemometer adalah untuk menghitung suhu (satuan,C).
3.    Higrometer
Langkah-langkah prosedur kerja adalah sebagai berikut:
a.    Tekan tombol POWER pada hygrometer
b.   Tunggu sampai pada keadaan normal
c.    Pada saat pengukuran tekan tombol hold untuk memulai dimana pengukuran dilakukan selama satu menit. Setelah pengukuran selesai tekan tombol hold kemudian catat hasilnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.           Hasil
1.    Pengukuran Tekanan Panas
Pengukuran tekanan panas dilakukan dengan menggunakan Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Indeks) atau yang disingkat ISBB dilakukan di dua titik yaitu di dalam ruangan Laboratorium Terpadu FKM Unhas dan Di luar ruangan Laboratorium Terpadu FKM Unhas.
Tabel 2.
Nilai Hasil Pengukuran ISBB dengan Heat Stress Monitor
Di Laboratorium Terpadu Lt. 3 FKM Unhas
2012

Lokasi Pengukuran
Suhu basah
(oC)
Suhu kering
(oC)
Suhu bola
(oC)
WBGT / ISBB
(oC)
Dalam Ruangan
24.9
30
29.5
26.6
Luar Ruangan
26.8
33.5
40.3
30.1
   (Sumber : Data Primer, April 2012)
Berdasarkan data di atas diperoleh data hasil pengukuran ISBB di Laboratorium Terpadu FKM Unhas. dengan hasil pengukuran di dalam ruangan yaitu 26,60C, dimana suhu kering sebesar 300C, suhu basah 24,90C, suhu bola 29,50C. Sedangkan hasil pengukuran di luar ruangan laboratorium yaitu 30,10C, dimana suhu kering sebesar 33,50C, suhu basah 26,80C, suhu bola 40,30C.
Selanjutnya akan dilakukan perhitungan ISBB secara manual untuk dibandigkan dengan nilai ISBB yang terbaca pada Heat Stress Monitor (HSM). Berikut ini hasil perhitungan ISBB di Laboratorium Terpadu FKM Unhas.
a.    Dalam Ruangan
Perhitungan ISBB dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
ISBB(D)     = 0,7  Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola
ISBB (D)    = (0,7 . 24,90C) + (0,3 . 29,50C)
                      = 17,430C + 8,850C
                      = 26,280C
          ISBB perhitungan sebesar 26,280C
          ISBB pada HSM sebesar 26,60C
b.   Luar Ruangan
Perhitungan ISBB dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ISBB(L) = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu Kering
ISBB(L) = (0,7 . 26,80C) + (0,2 . 40,30C) + (0,1 . 33,50C)
= 18,760C + 8,060C + 3,350C
= 30,10C
     ISBB perhitungan sebesar 30,10C
     ISBB pada HSM sebesar 30,10C


2.    Pengukuran Kecepatan Arah Angin
Pengukuran Kecepatan arah angin dilakukan di dua titik yaitu di depan pintu Laboratorium Terpadu Lt. III FKM Unhas dan di dalam ruangan Laboratorium Terpadu Lt. III FKM Unhas dalam hal ini mengikuti arah angin yang bersumber dari Air Condotion (AC). Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 5 menit. Hasilnya sebagai berikut :
Tabel 3.
Nilai Hasil Pengukuran Kecepatan Angin Dengan Anemometer
Di Laboratorium Terpadu Lt. 3 FKM Unhas
2012

Titik pengukuran
Kecepatan arah angin
Depan pintu
0,65 m/s
Depan AC
0,47 m/s
         (Sumber : Data Primer, April 2012)
Berdasarkan data pada tabel 3, diperoleh bahwa besarnya kecepatan angin di ruangan laboratorium terpadu FKM Unhas, dengan sumber angin dari luar yang masuk melalui pintu masuk adalah 0,65 m/s dan yang bersumber dari alat pendingin ruangan (AC) yaitu 0,47 m/s.
3.    Pengukuran Kelembapan Udara
Pengukuran Kelembapan udara  dilakukan pada satu titik yang merupakan tempat dengan kecepatan angin yang besar yaitu di depan pintu Laboratorium Terpadu FKM Unhas. Adapun hasil pengukuran kelembapan udara yang diperoleh selama sekitar satu menit yaitu sebesar 66,80% dengan kecepatan angin sebesar 0,60 m/s.
DAFTAR PUSTAKA
Adiono,S. 2002. Analisis Kepemimpinan yang Mendorong Iklim Kerja dan Motivasi Kerja serta Dampaknya Terhadap Kinerja Perawat Di RSU se Kota Palu. Jakarta: Tesis, PS FIK-UI.

Alugoro, Kukuh S. 2002. Analisis Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Di Sekretariat Daerah Kota Semarang. Semarang: Program Studi Magister manajemen Universitas Dipenogoro.

Ardyanto, Denny. 2005. Potret Iklim Kerja dan Upaya pengendalian Lingkungan pada Perusahaan Peleburan baja di Sidoarjo. Surabaya: FKM Universita Airlangga.

Badan Stadardisasi Nasional (BSN). 2004. Pengukuran Iklim Kerja (Panas) Dengan Parameter Indeks Suhu Basah Dan Bola. (ONLINE) http://xa.yimg.com/kq/groups/1051902/301876138/name/SNI+16-7061-2004_Pengukuran_Iklim_Kerja.pdf, pada tanggal 16 April 2012

Imaging And Sensing Technologi Corporation. Heat Stress Monitoring System : WET BULB GLOBE TEMPERATURE METER (WBGT). (ONLINE) http://www.chevrierinstruments.com/Anglais/Pdf/Cat/F-042.pdf, Diakses tanggal 16 April 2012

Lutron Electronic. Metal Vane : ANEMOMETER Model YK-80AM. (ONLINE) http://www.pedak.nl/Lutron/pdf/YK-80AM.pdf, Diakses tanggal 16 April 2012

Lutron Electronic. PRECISION HUMADITY/TEMP./DEW POINT METER : MODEL HT-3009. (ONLINE) http://www.pedak.nl/Lutron/pdf/HT-3009.pdf Diakses tanggal 16 April 2012

Purwanto, Budi, DKK. 2010. Perbedaan Tekanan Darah Pekerja Berdasarkan Iklim Kerja Di Pabrik Jenang Mubarok Kudus. Semarang : FKM Universitas Muhammadiyah. (ONLINE)  http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/ Diakses tanggal 16 April 2012

Peraturan  Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor. PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja. (ONLINE) http://xa.yimg.com/kq/groups/1051902/1362821294/name/PERMENA, Diakses tanggal 16 April

Pramono, Agus. 2004. Analisis Keterampilan Kerja dan Iklim Kerja terhadap Kualitas Pelayanan Keperawatan di Ruang rawat inap RSU H.Sahudin Kutacane. Medan: Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Pulung, S dan  Setya, Eka. 2006. Perbedaan Efek Fisiologis pada Pekerja Sebelum dan Sesudah Bekerja di Lingkungan Kerja Panas. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No.2, Januari 2006: 163-172. (ONLINE) http://www.scribd.com/mobile/documents/30266677/download?commit=Download+Now&secret_password= pada tanggal 16 April 2012

Putra, Dian Tri. 2011. Hubungan Antara Kebisingan, Iklim Kerja Dan Sikap Tubuh Saat Bekerja terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja Di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. (ONLINE) http://www.scribd.com/mobile/documents/57888492/download?commit=Download+Now&secret_password=, Diakses Tanggal 16 April 2012

Sedarmayanti. 2009. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja : Suatu Tinjauan Dari Aspek Ergonomi Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerjanya. Bandung : Mandar maju

Wahyu, Atjo. 2003. Higiene Perusahaan


1 komentar: