Halaman

selamat datang teman-teman

makasih atas kunjungannya .....

Rabu, 30 Maret 2011

biostatistik in ferensial (uji Z)

file:///D:/materi%20kuliah/semester%204/M%20K%20U/bios%20inferen/presentasi%20klp%20uji%20z/KELOMPOK%202%20UJI%20Z%20DUA%20SAMPEL.pptx

program K3 dalam melindungi tenaga kerja anak

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak adalah generasi yang akan menjadi penerus bangsa sehingga mereka harus dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat jasmani, rohani, maju, mandiri dan sejahtera menjadi sumber daya yang berkualitas dan dapat menghadapi tantangan di masa yang akan datang.
Walaupun demikian, ternyata masih banyak anak-anak yang tidak dapat menikmati hak tumbuh dan berkembang karena berbagai faktor yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga atau kemiskinan. Keluarga miskin, terpaksa mengerahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikin mendorong anak-anak yang belum mencapai usia untuk bekerja terpaksa harus bekerja. Hasil penelitian menunjukkan anak yang bekerja ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri melainkan justru untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari.
Pekerja anak di negara manapun mereka berada, dilihat secara umum kondisi dan situasinya diyakini akan mengancam kehidupan dan juga masa depannya termasuk masa depan masyarakat. Dunia anak seharusnya adalah dunia yang penuh kegembiraan, bermain, sekolah, perhatian dan kasih sayang orang tua. Suasana tersebut sebagai proses pendukung tumbuh dan berkembangnya seorang anak, yang dapat memberikan landasan untuk kehidupan masa depannya. Berbagai studi tentang pekerja anak sering kali menemukan pekerja akan selalu berada pada kondisi tidak menguntungkan, rentan terhadap bentuk eksploitasi, dan minim terhadap akses untuk mengembangkan diri secara fisik, mental, spiritual, dan moral.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa banyak pekerja anak di Indonesia ?
2. Bagaimana kondisi pekerja anak di Indonesia ?
3. Apa hukum dan peraturan yang mengatur tentang pekerja anak ?

C. TUJUAN
1. Sebagai bahan tugas mata kuliah Program K3
2. Mengetahui kondisi umum pekerja anak di Indonesia
3. Mengetahui hukum dan peraturan yang mengatur tentang pekerja anak




















BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Pekerja Anak di Indonesia
Ada banyak faktor yang menyebabkan anak mulai bekerja atau terpakasa bekerja pada usia dini. Studi tentang pekerja anak di Indonesia sebagian besar menemukan bahwa penyebab anak sampai terlibat dalam kegiatan produktif berkaitan erat dengan alasan ekonomi keluarga atau karena tekanan kemiskinan (Irwanto dkk, 1995, daliyo dkk, 1996, D. Nachrowi, 1997). Kehidupan keluarga (orang tua) yang tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari akibat tekanan kemiskinan memaksa anak untuk turut bekerja membantu menghidupi ekonomi keluarga. Anak-anak dari keluarga miskin terutama dai daerah pedesaan terpaksa harus bekerja, apakh membantu pekerjaan keluarga atau bekerja di luar rumah. Studi yang dilakukan BPS dan ILO tentang pekerja anak di Jawa Barat menunjukkan bahwa kontribusi anak yang bekerja dalam menopang kegiatan ekonomi keluarga diketahui cukup besar.
Dilain pihak, tingginya biaya pendidikan di Indonesia sekarang ini menyebabkan banyak keluarga yg tidak mampu menyekolahkan anaknya, sehingga sebagian anak terpaksa putus sekolah. Bagi anak-anak yang sekolah, karena keadaan ekonomi keluarga serba kekurangan, memaksa mereka sekolah sambil bekerja dan kondisi tersebut pada akhirnya cenderung mengakibatkan anak berhenti sekolah. Berbagai data dan fakta yang ada menunjukkan memang masih banyak anak-anak usia 10-15 tahun yang secara ekonomi aktif bekerja. Alasan mempekerjakan anak ini oleh pengusaha karena buruh anak dapat digaji murah, mudah diatur , tidak banyak menuntut, produktivitas tinggi dan dalam beberapa sector tertentu kualitas pekerjaan buruh anak lebih baik dibandingkan buruh dewasa. Namun demikian, realitas yang ada menunjukkan belum ada suatu studi komprehensif yang mengungkapkan situasi yang sebenarnya buruh-buruh anak tersebut. Yang ada hanya hasil survey kuantitatif terhadap buruh anak.
Selain itu terdapat faktor-faktor lainnya yang turut mendorong meningkatnya jumlah buruh anak antara lain faktor budaya dan kebiasaan masyarakat setempat yang melatih anak bekerja sejak usia dini, minimnya tingkat pengetahuan dan kesadaran dan kepedulian tentang hak-hak anak oleh orangtua dan masyarakat, sehingga keberadaan anak yang dipaksa bekerja-sebagai pengamen cilik atau pengemis misalnya-dianggap sesuatu yang taken for granted.
Isu utama persoalan buruh anak ini adalah bukan terletak pada “pekerjaan itu sendiri” tapi lebih pada pengaruh negative dari bekerja yang lebih dini terhadap perkembangan mental social, emosional dan fisik anak. Anak usia 7-15 tahun boleh saja ikut dalam kegiatan ekonomi, jika dia memang membutuhkan pekerjaan, dan tugas yang diberikan masih dalam batas kemampuan mental dan fisiknya. Oleh karena itu, sekolah merupakan salah satu lingkungan paling penting terhadap perkembangan awal anak, maka partisipasi anak dalam angkatan kerja sedapat mungkin dilakukan dengan tetap mempertahankan mereka di sekolah. Dengan demikian perkembangan mental, social dan emosional mereka diharapkan tetap berlangsung secara normal.
Buruh anak tidak ada yang sempat menikmati keindahan masa kanak-kanak, mendapat kesempatan bermain atau pendidikan dan kehidupan yang wajar. Mereka harus bekerja karena menjadi tempat bergantung keluarga. Namun lagi-lagi mereka harus merasakan kekerasan dalam kehidupan masa kanak-kanaknya. Pekerja anak kerap diperlakukan secara tidak sesuai norma yang ada. Mereka kerap dijadikan obyek perbudakan, Ekploitasi dan kekerasan. Para pekerja anak menghadapi berbagai macam perlakuan kejam dan eksploitasi, termasuk perlakuan kejam secara fisik dan seksual, pengurungan paksa, upah tidak dibayar, tidak diberi makan dan fasilitas kesehatan, serta jam anak yang sangat panjang tanpa hari libur. Mereka terpaksa bekerja dan tak jarang harus melakukan pekerjaan yang membahayakan perkembangan mental fisik dan emosionalnya.
Sekarang ini ada berbagai masalah yang menimpa tenaga kerja anak di Indonesia, masalah tersebut berkaitan dengan sifat dari pekerjaan seperti jam kerja, tingkat upah, jenis pekerjaan dan lingkungan kerja yang membahayakan, serta kelangsungan pendidikan dari pekerja anak.
Jam Kerja
Seberapa lama anak terlibat sebagai pekerja dapat dilihat dari lamanya jam kerja yang dilakukan dalam pekerjaan tersebut. Jam kerja yang terlalu panjang bagi pekerja anak akan menyebabkan anak kehilangan waktu untuk melakukan aktivitas lainnya seperti yang dijelaskan sebelumnya. (sekolah, bermain, istirahat, dll), dan pada akhirnya akan mengganggu proses tumbuh kembang diri anak tersebut. Dan fakta yang terjadi sekarang ini, beberapa penelitian menemukan bahwa jam kerja anak sama dengan orang dewasa yakni sekitar 5 jam sehari selama 7 hari seminggu. Hal ini tentu sudah tidak dapat dibenarkan lagi, mengingat hal ini telah melebihi Peraturan Menteri tenaga Kerja No. 25 Tahun 1997, yang menyaataka bahwa anak hanya diperbolehkan 4,5 jam bekerja dalam sehari. Dan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 69 (2) dan pasal 71 (2) yang menyebutkan bahwa batas maksimum jam kerja anak adalah 3 jam sehari. dan pelanggaran psal tersebt dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Tingkat Upah
Salah satu alasan semakin tingginya permintaan pasar terhadap pekerja anak adalah pekerja anak mau dibayar dengan upah rendah, dan pengusaha tidak merasa khawatir akan mendapat masalah mengingat pekerja anak sebagian besar tidak banyak menuntut. Dalam pasal 69 ( 2) disebutkan pekerja anak harus mendapat upah yang sesuai sengan ketentuan yang berlaku. Pelanggaran pasal ini akan dikenai sangsi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,0 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) sesuai ketentuan pada pasal 185 ayat 1

Jenis Pekerjaan Dan Lingkungan Kerja
Di Pantai Timur Sumatera Utara (Asahan, Labuhan Batu dan Deli Serdang) misalnya ditemukan banyak anak-anak yang dipekerjakan di jermal-jermal dengan kondisi amat memprihatinkan, antara lain upah rendah, jam kerja panjang dan tidak teratur, tidak diperkenankan meninggalkan lokasi kerja untuk waktu tetentu dan sebagainya. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja NO. SE-12/M/BW/1997 di dalamnya antara lain memuat peraturan mengenai tugas-tugas yang tidak dapat ditolerir untuk diberikan kepada pekerja anak-anak, yaitu :
1) Mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan pertambangan dan penggalian
2) Segala jenis pekerjaan yang melibatkan kontak langsung dengan api (termasuk pengelasan)
3) Segala jenis pekerjaan yang mengharuskan menyelam ke dalam laut
4) Segala jenis pekerjaan yang melibatkan kontak langsung dengan peralatan berat, listrik, dan alat potong
5) Mengangkat dan membawa barang-barang berat
6) Pekerjaan konstruksi dan penghancuran (dekonstruksi)
7) Segala jenis pekerjaan yang melibatkan kontak langsung dengan bahan-bahan kimia/ substansi berbahaya
8) Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan pelacuran dan pornografi
9) Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan produksi dan penjualan minuman keras.
Lokasi kerja yang seperti ini sangat tidak sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja NO. SE-12/M/BW/1997 juga memberi petunjuk mengenai tempat tempat yang tidak boleh menggunakan tenaga anak-anak yaitu :
o Pertambangan (baik di permukaan maupun di dalam tanah)
o Jermal dan kapal
o Perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan fasilitas pelebuuran logam
o Industri tekstil
o Perusahaan yang menggunakan bahan kimia berbahaya untuk produk-produknya
o Gudang pembekuan
o Industri hiburan dan seks komersial
Dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 70, (1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. (2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun. (3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat : (a.) diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan (b.) diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 74 dalam Undang-Undang tersebut juga dijalaskan dalam ayat (1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk. Dan ayat (2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi : (a). segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; (b). segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; (c). segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau (d). semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Serta di ayat (3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Dalam pasal 183 (1) diterangkan bahwa Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Kelangsungan pendidikan
Setiap anak seyogyanya mempuntai hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi secar dini. Namun, dalam kenyataannya karena kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang tidak mendukung, keterlibatan anak dalam bekerjamerupakan sebuah keterpaksaan bagi sebagian besar keluarga miskin di Indonesia. Bagi anak-anak yang yang sekolah dan bekerja, untuk kegiatan belajar secara baik disamping bekerja merupakan pilihan yang sangat dilematis. Faktor utama yang mempengaruhi kondisi tersebut umunya disebabkan oleh diri pribadi anak dan kondisi ekonomi orang tua yang tidak menunjang. Menurut sebuah penelitian, menyebutkan bahwa pendidikan orang tua (terutama ibu) mempunyai peranan penting dalam mempertahankan anak yang bekerja tetap sekolah. Anak dari orang tua yang berpendidikan rendah cenderung putus sekolah dibandingkan dengan anak dari orang tua yang berpendidikan tinggi. Ini sangat jauh berbeda dari peraturan UU. No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 69 (2) yang menjelaskan bahwa anak pekerja anak dalam bekerja sebaiknya tidak mengganggu waktu sekolah.
B. Program-Program Yang Melindungi Pekerja Anak.
Pada era Otonomi Daerah, dalam rangka untuk menanggulangi dan melindungi pekerja anak, telah dikeluarkan Kepmen Dagri dan Otda Nomor 5 tahun 2001 tentang Penanggulangan Pekerja Anak (PPA). Salah satu isi pokok adalah melakukan penanggulangan pekerja anak, dengan cara melakukan penghapusan, pengurangan dan perlindungan pekerja anak yang berusia di bawah 15 tahun agar terhindar dari pengaruh buruk pekerjaan berat dan berbahaya, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, moral dan intelektual.
Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melakukan langkah-langkah pengaturan lebih lanjut dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan pekerja anak. Menurut Pasal 5 program penanggulangan pekerja anak meliputi:
a. Melakukan pelarangan dan penghapusan segala bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak;
b. Melakukan pemberian perlindungan yang sesuai bagi pekerja anak yang melakukan pekerjaan ringan;
c. Melakukan perbaikan pendapat keluarga agar anak tidak bekerja dan menciptakan suasana tumbuh kembang anak dengan wajar;
d. Melakukan sosilisasi program PPA kepada pejabat birokrasi, pejabat politik, lembaga kemasyarakatan dan masyarakat.
Program yang bersifat khusus dalam penanggulangan pekerja anak meliputi:
a. mengajak kembali pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah dengan memberikan bantuan beasiswa
b. memberikan pendidikan nonformal; dan
c. mengadakan pelatihan keterampilan bagi anak. Pembiayaan kegiatan penanggulangan pekerja anak bisa dilakukan oleh masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan anak, APBN, APBD, bantuan luar negeri dan sumber-sumber lain yang syah dan tidak mengikat.
Pada tahun 2002, dua tahun setelah meratikasi Konvensi Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak, Pmerintah Indonesia, melalui Dekrit Presiden, meluncurkan Rencana Aksi Nasional 20 tahun untuk Penghusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (RAN ). RAN ini terdiri dari 3 tahap : target-target tahap pertama direncanakan untuk dicapai dalam waktu lima thun, target-target tahap kedua dalam waktu 10 tahun, dan target-target tahap keiga dalam waktu dua puluh tahun.
• Tujuan tahap pertama Rencana Aksi Nasional pada tahun 2003-2007 adalah untuk
 Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
 Memetakan keberadaan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
 Menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di lima bidang ( transaksi obat terlarang, pelacuran, penangkapan ikan lepas pantai, pertambangan, dan produksi alas kaki )
• Tahap kedua dan ketiga merupakan kelanjutan dari tahap pertama dalam lima bidang yang telah disebutkan diatas.


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Permasalahan pekerja anak di Indonesia sebenarnya adalah masalh yang sangat kompleks dan merupakan salah satu dari fenomena gunung es. Hal ini disebabkan oleh karena tumpang tindihnya berbagai permasalahan di Indonesia antara lain masalah sosial ekonomi yang turut mempengaruhi masalah pekerja anak di Indonesia. Ketidakmampuan pemerintah dalam menanggapi kasus pekerja anak menjadikan hal ini semakin rumit dan tidak terpecahkan secara tuntas. Banyak pekerja anak yang belum tersentuh oleh perlindungan undang-undang dikarenakan berbagai faktor. Salah satunya ialah banyaknya kasus dan jumlah pekerja anak yang ter-under estimate oleh Badan-Badan Perlindungan Anak. Selain itu masalah ekonimi merupakan alasan utama yang menjadikan anak-anak ini mau tidak mau harus bekerja.












DAFTAR PUSTAKA
Sofian, Ahmad. 2010. Fenomena Munculnya Buruh Anak. Dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/27/fenomena-munculnya-buruh-anak-ahmad-sofian-pkpa/ . Diakses 15 februari 2011
.2011. Buruh anak jermal belum terlindungi. Dalam http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/27/buruh-anak-jermal-belum-terlindungi-ahmad-sofian/. Diakses 15 februari 2011
Nandi. 2006. Pekerja Anak Dan Permasalahannya. Jurnal GEA Jurusan Pendidikan Geografi Vol.6, No.2, Oktober 2006. Dalam http://file.upi.edu/Direktori/B%20-%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20GEOGRAFI/197901012005011%20-%20NANDI/Artikel%20di%20Jurnal%20GEA.pdf_%20Pekerja%20Anak%20dan%20Permasalahannya.pdf. Diakses 15 februari 2011
Nawawi. 2000. Pekerja Anak Di Indonesia: Masalah Dan Upaya Perlindungannya. Diakses 15 februari 2011
Indriati, Neni. 2011. Perlindungan Buruh Anak : Implementasi Setengah Hati. Dalam http://els.bappenas.go.id/upload/other/Perlindungan%20Buruh%20Anak.htm. Diakses 15 februari 2011
Oryzabitha. 2010. Pekerja Anak-Anak: Kebijakan Pemerintah. Dalam http://oryza-bitha.blogspot.com/2010/10/pekerja-anak-anak-kebijakan-pemerintah.html. Diakses 15 februari 2011
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf. Diakses 15 februari 2011
Absori, 2005. Perlindungan Hukum Hak-Hak Anak Dan Implementasinya Di Indonesia Pada Era Otonomi Daerah. Dalam http://eprints.ums.ac.id/349/1/5._ABSORI.pdf. Diakses 15 februari 2011
Anonim. 2011. Pekerja Anak, Dominasi Ekonomi Keluarga. Dalam http://www.indosiar.com/ragam/60083/pekerja-anak-dominasi-ekonomi-keluarga. diakses 15 februari 2011
Human Right Watch.Pelecehan dan Eksploitasi terhadap Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia .Vol 17 hal. 60. diakses 18 februari 2011
Undang-Undang No. 13 Th 2003 Ketentuan Pidana Dan Sanksi Administratif. http://Www.Kpiunion.Org/Download/Pdf_File/Ketentuan_Pidana_Pdf.Pdf. diakses 15 februari 2011

Minggu, 13 Maret 2011

anemia pada idu hamil

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah salah satu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon ibu dan bayi yang dikandugnya membutuhkan gizi yang cukup banyak (Depkes RI, 2004 dalam Nelly, 2008).
Kekurangan gizi pada pertumbuhan janin akan mengakibatkan beberapa keadaan seperti Kekurangan Energi Protein (KEP), anemia gizi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A, dan defisiensi Kalsium. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.
Tingginya angka anemia pada ibu hamil mempunyai kontribusi terhadap tingginya angka bayi dengan bayi berat lahir rendah di Indonesia yang diperkirakan mencapai 350.000bayi setiap tahunnya. Oleh karena itu penanggulangan anemia gizi menjadi salah satu program potensial ubtuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang telah dilaksanakan pemerintah sejak pembangunan jangka panjang I (Sohimah, 2006 dalam Nelly, 2008).
Di daerah Kabupaten Labuhan Batu, Pada tahun 2007 dari 18.927 kelahiran hidup ditemukan sebanyak 3477 orang (18,37%) bayi yang BBLR dan jumlah ibu hamil yang anemia sebanyak 9120 orang (47,71%) dari 19.112 orang ibu hamil (Dinkes Lab. Batu, 2006-2007 : dalam Nelly, 2008).
RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud anemia khusunya pada ibu hamil dan faktor risikonya ?
Bagaimana klasifikasidan gejala seorang ibu hamil yang mengalami anemia ?
Bagaimana bahaya anemia pada ibu hamil ?
Bagaimana prevalensi kajadian anemia pada ibu hamil Indonesia ?
Apa yg dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia pada ibu hamil?

BAB II
PEMBAHASAN
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) kurang dari normal.
Menurut WHO, anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin(Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0%. Sedangkan menurut Saifuddin, anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kedar hemoglobin(Hb) di bawah 11,0 g% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 g% pada trimester II(Depkes RI, 2003b,: dalam Nelly,2008)
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut Bakta (2007), anemia defisiensi besi timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia juga bisa terjadi akibat kekurangan asam folat (sejenis vitamin b yang diperlukan untuk pembuatan sel darah merah). Menurut Mochtar (1998) penyebab umumnya adalah: Kurang gizi (malnutrisi), Malabsorpsi Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain, Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain. Diet miskin di besi dan vitamin A, Tidak ada suplemen zat besi, Pertumbuhan spurts, Menarke, Remaja kehamilan(USAID, 2006)
Klasifikasi anemia Pada Ibu Hamil (mochtar, 1998) :
Anemia defisiensi besi , yaitu anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Anemia defisiensi zat besi dapat diidentifikasikan sebagai kekurangan zat besi dengan menggunakan indikator laboratorium yang lebih spesifik yaitu pengukuran status besi dari konsentrasi hemoglobin (WHO, 2007: dalam Laila, 2010).
Amenia megaloblastik, yaitu anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folat.
Anemia hipoplastik, yaitu anemia yang disebabkan oleh hipofungi sumsum tulang membentuk sel darah merah baru.
Anemia hemolitik, yaitu anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
Gejala utama anemia adanya kelainan gambaran darah, kelelahan kelemahan, muka terlihat pucat serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Penderita terlihat badannya lemas, kurang bergairah, dan cepat merasa lelah serta sering menunjukkan sesak nafas(Santoso,1999: dalam Idah Fitri,2010). Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda(Sohimah,2006:dalam:Nelly,2008)
Diagnosis anemia pada kehamilan.
Untuk menegakkan diagnosis pada ibu hamil dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual-muntah lebih hebat dari hamil muda. Pemeriksaan Hb dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan sahli dapat digolongkan sbb(Manuaba,1998:dalam Nelly,2008)
Hb≥11,0g% disebut ≠anemia
Hb 9,0g%-10,9g% disebut anemia ringan
Hb7,0g%-8,9g% disebut anemia sedang
Hb ≤7,0g% disebut anemia berat.
Sedangkan Depkes RI tahun2005, bahwa anemia berdasarkan hasil pemeriksaan digolongkan menjadi :
Hb ≥11,0g% disebut ≠ anemia
Hb 9,0g%-10,9g% diebut anemia sedang
Hb ≤8,0g% disebut anemia berat.
Bahaya anemia pada ibu hamil
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek¬si dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri¬natal, dan lain-lain). Kekurangan asam folat pada ibu hamil, berdasarkan penelitian, bisa menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Bayi mengalami cacat pada otak dan sumsum tulang belakang.
Prevalensi anemia pada ibu hamil
Penelitian di Imdia menyebutkan bahwa diantara 310 subjek terdaftar, di antaranya 232 (74,8%) yang ditemukan anemia. Mayoritas (50,9%) menunjukkan anemia sedang, sementara ringan dan anemia berat dicatat masing-masing 70 (30,17%) dan 44 (18,9%).
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 15-30 Desember 2007 dengan cara observasi di Desa Dekso didapatkan hasil bahwa kejadian anemia ibu hamil di Puskesmas Kalibawang Wates Kulonprogo sebanyak 22,49%. Kejadian tersebut juga didukung dari hasil wawancara pada 15 ibu hamil yang datang ke Puskesmas Kalibawang didapatkan hasil bahwa 14 dari ibu hamil tersebut terkena anemia akibat kekurangan gizi.
Insiden anemia defisiensi besi di Indonesia 40,5% pada balita, 47,2% pada anak usia sekolah, 57,1% pada remaja putri, dan 50,9% pada ibu hamil (Gunadi et al, 2009).
Dan dengan merujuk pada Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan tahun 2007, prevalensi anemia di Indonesia sangat tinggi. Tercatat sekitar 13.8 persen laki-laki dewasa, 9.7 persen anak-anak, 19.7 persen ibu-ibu hamil dan yang sudah melahirkan menderita anemia.
Pencegahan dan Penanggulangan anemia ibu hamil
Meningkatkan konsumsi zat besi pada makanan
Suplemen zat besi yang berfungsai dapat memperbaiki Hb dalam waktu singkat
Fortifikasi zat besi yaitu penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan
meningkatkan penyuluhan secara terus menerus mengenai manfaat tablet besi kepada ibu hamil.
Melakukan pelatihan berjenjang untuk petugas kesehatan terutama pengelola program kesehatan ibu dan anak.
memberikan tablet Fe (Fe sulfat 320 mg dan asam folat 0,5 mg) untuk semua ibu hamil sebanyak satu kali satu tablet selama 90 hari
Dengan mendidik mereka dan memotivasi mengubah perilaku mereka diharapkan bahwa
perempuan juga akan lebih cenderung untuk makan makanan kaya zat besi dan makanan yang vitamin A
sumber, metode praktek di rumah berbasis fortifikasi makanan dan memonitor pendarahan bulanan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut WHO, anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin(Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0%. Sedangkan menurut Saifuddin, anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kedar hemoglobin(Hb) di bawah 11,0 g% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 g% pada trimester II(Depkes RI, 2003b,: dalam Nelly,2008).
penyebab umumnya adalah: Kurang gizi (malnutrisi), Malabsorpsi Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain, Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain. Diet miskin di besi dan vitamin A, Tidak ada suplemen zat besi, Pertumbuhan spurts, Menarke, Remaja kehamilan(USAID, 2006)
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Dapat dicegah dengan pemberian tablet Fe (Fe sulfat 320 mg dan asam folat 0,5 mg) untuk semua ibu hamil sebanyak satu kali satu tablet selama 90 hari.

Saran
Sebaiknya tenaga kesehatan lebih giat memberikan penyuluhan kepada ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, agar mereka secara memeriksakan kehamilannya untuk mendeteksi secara dini kesehatan ibu dan janinnya.












DAFTAR PUSTAKA

Simanjuntak, Nelly Agustini. 2008. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum (BPRSU) Rantauprapat Kebupeten Labuhan Batu. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14666/1/09E01606.pdf Diakses 04 desember 2010
Widianto, Rubbi. 2008. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil. http://www.swaberita.com/2008/08/13/gaya-hidup/kesehatan/gejala-anemia-pada-ibu-hamil.html. diakses 04 desember 2010.
Amiruddin, Ridwan, dkk. 2004. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Di Puskesmas Bantimurung Maros Tahun 2004. http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/studi-kasus-kontrol-faktor-biomedis.html. Diakses 04 desember 2010.
Laila Musfiroh. 2010. Hubungan Antara Asupan Fe Dengan Kadar Hemoglobin (Hb)Pada Anak Usia 2 - 5 Tahun Dengan Berat Badan Bawah Garis Kuning Menurut Kms Di Kelurahan Semanggi Kota Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/9064/1/J500060001.pdf Diakses 04 Desember 2010.
Khoiri, Idah Fitri. 2010. Status Gizi Balita Di Posyandu Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14296/1/10E00269.pdf Diakses 04 desember 2010.
Amiruddin, ridwan. 2007. Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Ibu Hamil Di Indonesia (Evidence Based). http://ridwanamiruddin,wordpress.com/2007/10/08/evibence-base-epidemiologi-anemia-deficiensi-zat-besi-pada-ibu-hamil-di-indonesia Diakses 04 desember 2010
Wibowo, adik. 2010. Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil Menggunakan Pil Besi Di Cianjur. http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=77104 diakses 04 desember 2010.
Sara, krosch. 2007 . Iron Deficiency Anemia Prevention Targeting Young Women. http://sarakrosch.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/anemia_brochure.pdf diakses 05 desember 2010.
Ahmad, Nadeem. 2010. The Prevalence Of Anaemia And Associated Factors In Pregnant Women In A Rural Indian Community. Australasian Medical Journal AMJ, 2010, 3, 5, 276-280. Diakses 04 desember 2010.
2008. Pengetahuan Anemia Pada Ibu Hamil http://sahabatpintarq.blogspot.com/2008/05/pengetahuan-anemia-pada-ibu-hamil.html Diakses 05 desember 2010
2010. ADB Gandeng Jepang Jalankan Proyek Hibah Tanggulangi Anemia. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/kesehatan/10/12/03/150406-adb-gandeng-jepang-jalankan-proyek-hibah-tanggulangi-anemia Diakses 05 desember 2010.