PENGUKURAN LINGKUNGAN KERJA FISIK
“KEBISINGAN”
O L E H :
KELOMPOK 4
DIAH
PITHALOKA SUMARNA
K111
09 327
BAGIAN
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemajuan
peradaban manusia menurut perkembangan teknologi yang berguna untuk mempermudah
kehidupan manusia. Kemajuan teknologi saat ini telah memasuki hampir seluruh
sendi-sendi kehidupan manusia, akan tetapi setiap perkembangan teknologi tentu
akan memberikan dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif (Wahyu,
2003). Termasuk peralatan yang mengeluarkan bunyi.
Alat-alat yang
diciptakan manusia dengan maksud mengurangi beban kerja baik di industri maupun
di rumah selalu disertai dengan produk kebisingan, seperti alat musik, alat
pembarsih lantai, alat penyedot debu, gerinda listrik, gergaji listrik, pesawat
jet dan sebagainya merupakan salah satu alat pertanda kehidupan dunia modern
sehingga menyebabkna terjadinya sociocusis
(manusia menjadi tuli oleh karena kehdupannya bermasyarakat) (Wahyu, 2003).
Bunyi adalah
sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk
tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan
bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik,/komputer, mesin
cetak, dan sebagainya. Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun merupakan
bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang,
bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya.
Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising
atau kebisingan (Notoatmodjo, 2003).
Kebisingan
merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering dijumpai di tempat
kerja. Seiring dengan proses
industrialisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan
ekonomi, kebisingan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi dan
kemajuan industrialisasi.
Kebisingan
mempengaruhi kesehatan, antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indra
pendengaran sampai pada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa
intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan
(pendengaran) adalah di atas 60 dB. Oleh sebab itu, para karyawan yang nekerja
di pabrik dengan intensitas bunyi mesin di atas 60 dB, maka harus dilengkapi
dengan alat pelindung (penyumbat) telinga, guna mencegah gangguan-gangguan
pedengaran (Notoatmodjo, 2003).
Di samping itu,
kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa
pekerja untuk berteriak di dalam berkomunikasi dengan pekerja yang lain.
Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah
komunikasi (miss communication) atau
salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena sudah biasa berbicara keras di
lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini, maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga
juga terbiasa berbicara keras. Bisa sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus menerus dapat
mengakibatkangangguan konsentrasi pekerja, yang akibatnya pekerja cenderung
berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja (Notoatmodjo, 2003).
Demikian
halnya pada penelitian yang dilakukan Hanifa (2006) pada tenaga kerja
pengolahan kayu di Kota Semarang, menemukan bahwa kebisingan dapat menyebabkan
kelelahan sebesar 42,8% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Dan pada
penelitian yang dilakukan Widiastuti (2011) menemukan bahwa produktivitas kerja
pada tingkat kebisingan 85 dB mengalami penurunan sebessar 12% bila dibandingakan
dengan produktivitas kerja pada kondisi kebisingan 80,3 dB.
Selain itu kebisingan
juga dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah seperti pada penelitian Babba
(2007) menemukan bahwa sebesar 95,9% pekerja mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik dan 69,% pekerja yang mengalami peningkatan tekanan darah
diastolik.
B.
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari praktikum ini ialah :
1. Agar mahasiswa mampu mengoperasikan alat Sound Level Meter.
2. Agar mahasiswa mampu mengukur intensitas kebisingan di
lingkungan sekitar Fakultas Kesehatan Masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Kebisingan
Sampai saat
ini banyak definisi yang digunakan untuk istilah kebisingan. Bising dapat
diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur dan
periodik. Adapula yang mengartikan bahwa kebisingan adalah suara yang tidak
mengandung kualitas musik
Terdapat
beberapa pendapat mengenai definisi kebisingan antara lain (Wahyu, 2003) :
1.
Menurut Dennis
Bising adalah
suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur.
2.
Menurut Spooner
Bising adalah
suara yang tidak mengandung kualitas musik
3.
Menurut Sataloff
Bising adalah
bunyi yang terdiri dari frekuensi yang acak dan tidak berhubungan satu dengan
yang lain.
4.
Menurut Burn, Littre dan Wail
Bising adalah
suara yang tidak dikehendakikehadirannya oleh yang mendengar dan mengganggu.
5.
Menurut Suma’mur
Bising adalah
suara yang tidak dikeendaki (unwanted
sound).
6.
Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.
48/MENLH/11/1996
Kebisingan
adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan gengguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan.
7.
Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.
13/MEN/X/2011
Kebisingan
adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran.
B.
Jenis-Jenis Kebisingan
Kebisingan
dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) bentuk dasar (Wahyu, 2003) :
1.
Intermitten
Noise (Kebisingan Terputus-putus).
Intermittten
Noise adalah kebisingan diana suara timbul dan menghilang secara
perlahan-lahan. Termasuk dalam intermitten noise adalah kebisingan yang
ditimbulkan oleh suara kendaraan bermotor dan pesawat terbang yang tinggal
landas.
2.
Steady State
Noise (Kebisingan Kontinyu)
Dinyatakan
dalam nilai ambang tekanan suara (sound pressure levels) diukur dalam octave
band dan perubahan-perubahan tidak melebihi beberapa dB per detik, atau
kebisingan dimana fluktuasi dari intensitas suara tidak lebih 6dB, misalnya :
suara kompressor, kipas angin, darur pijar, gergaji sekuler, katub gas.
3.
Impact Noise.
Impact noise
adalah kebisingan dimana waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak
intensitasnya tidak lebih dari 35 detik, dan waktu yang dibutuhkan untuk
penurunan sampai 20 dB di bawah puncaknya tidak lebih dari 500 detik. Atau
bunyi yang mempunyai perubahan-perubahan besar dalam octave band. Contoh :
suara pukulan palu, suara tembakan meriam/senapan dan ledakan bom.
C.
Penyebab Kebisingan
Menurut Wahyu
(2003), penyebab timbulnua kebisingan dapat dibedakan yaitu :
1.
Bising Yang Ditimbulkan Oleh Kemajuan Industri
Peningkatan
mekanisasi akan mengakibatkan meningkatnya tingkat kebisingan. Pembangunan yang
banyak memakai peralatan modern di suatu industri untuk meningkatkan
produktivitas memberikan dampak terhadap tenaga kerja oleh karena bunyi yang
dihasilkan mesin dalam proses tersebut akan berdampak tidak baik terhadap
tenaga kerja. Salah satu dampak yang diakibatkan oleh bunyi mesin produksi
terhadap tenaga kerja adalah menimbulkan bising di tempat kerja sehingga
mengganggu kenyamanan dalam bekerja, atau dapat juga menyebabkan industrial deaffness. Kebisingan
tersebut dapat juga menyebabkan ketulian atau berkurangnya pendengaran yang
disebabkan oleh kebisingan dimana tenaga kerja berada di dalam lingkungan yang
bising.
2.
Kemajuan Transportasi
Peningkatan
lalu lintas darat, laut, dan udara aka meningkatkan sumber bising. Kemajuan
transportasi tersebut meliputi :
a.
Jalan Lalu Lintas
Pada
perhubungan darat alat transportasi kendaraan bermotor merupakan sarana
komunikasi yang cepat antar daerah satu dengan daerah yang lainnya. Begitu
banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang hilir mudik di jalan lalu lintas tapi
tidak diibangi dengan pertambahan panjang jalan dari tahun ke tahun. Maka makin
dirasakan gangguan-gangguan akibat jalan lalu lintas kendaraan bermotor, diantatanya
adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Tingkat kebisingan
dari lalu lintas kendaraan bermotor berhubungan sekali dengan arus lalu lintas
dan tingkat kepadatan sehingga menimbulkan kebisingan.
b.
Lalu Lintas Udara
Kemajuan
teknologi khususnya di bidang pesawat terbang mengalami perubahan yang pesat.
Perkembangan mempercepat komunikasi dan transportasi dari satu tempat ke tempat
lain. Suara yang ditimbulkan dari pesawat atau dari mesin akan menimbulkan
kebisingan yang dapat mengganggu kesehatan bagi mereka yang bertempat tinggal
di sekitar bandar udara.
Apabila
kecepatan pesawat melebihi kecepatan bunyi maka pesawat seolah-olah membentur
dinding udara, oleh karena itu udara di depan pesawat tiba-tiba sempat
berpisah-pisah menurut garis teraatur. Akibat benturan itu, timbullah gelombang
“shock’ yang tidak lain dari pada
loncatan-loncatan perubahan tekanan, dan inilah yang merambat dan sampai ke
telinga, pesawat terdengar sebagai ledakan, dan ini disebut sonic boom.
3.
Elektrifikasi Pada Pemukiman (Rumah Tangga)
Sumber
kebisingan rumah tangga berasal dari : AC, unit pengolah sampah atau tempat
pembakaran sampah, kipas angn, alat pembersih rumah tangga, pemotong rumput bermotor,
dan sebagainya. Peralatan tersebut sering digunakan dan menimbulkan bising,
akhirnya kita sebagai pengguna maupun orang di sekitar kita terpapar kebisingan
yang bersumber dari elektrifikasi rumah tangga tersebut.
4.
Mekanisasi Lain Yang Menimbulkan Bising
Contohnya :
penambangan, pembuatan terowongan, penggalian (peledakan, pengeboran) dan
sebagainya.
5.
Miscellaneoue
Source (Sumber-Sumber Lainnya)
Terpisah dari
kategori utama dari kebisingan yang sudah diidentifikasi. Sumber-sumber lain
misalnya : dari lapangan olah raga, daerah wisata, mesin pemotong rumput,
animal, domestic dan alat-alat pertanian.
D.
Pengaruh Kebisingan Di Tempat Kerja
Pada umumnya
kebisingan mengakibatkan pengaruh yang bersifat non auditoir atau pengaruh yang
bukan terhadap pendengararan dan pengaruh auditoir atau pengaruh terhadap
pendengaran yang dapat berlangsung menetap atau sementara.
1.
Pengaruh Non Audiroir akibat Bising
Pengaruh non
auditoir sering berupa keluhan tersamar dan tidak jelas berupa penyakit (not ill defined). Pengaruh terhadap
fisiologi tubuh berupa gangguan faal pernapasan, kardiovaskuler, pencernaan, kelenjar dan saraf, yang disebabkan
oleh mekanisme stressor atau gangguan akibat bising.
Penelitian
menunjukkan bahwa kebisingan merupakan faktor penyebab kesulitan tidur dan
sangat mengganggu sehingga orang yang sedang tidurpun akan terbangun. Oleh WHO Task Group Environmental Health Criteria For
Noise ditetapkan bahwa tingkat kebisingan yang kurang dari 35 dB, merupakan
kriteria yang tidak mengganggu tidur.
Menurut
Parmudianto (1990) dan Mukono (2001) bahwa efek kebisingan terhadap kesehatan
Non Auditoir meliputi (Wahyu, 2003) :
a.
Gangguan physiologis : (vasocontriction,
gastrointestinalis modification, endoctrine stimulation,
perubahan-perubahan biologik seperti penyempitan pembuluh darah terutama pada
usus, sekresi adrenalin meningkat, gangguan kemampuan darah untuk membeku,
jaringan lemak dalam tubuh dimobilisasi ke dalam aliran darah, aktivitas
lambung menurun, tenus otot meningkat, gangguan keseimbangan, mual, vertigo, dll).
b.
Gangguan komunikasi : (pembicaraan telepone, rapat,
perintah/instruksi kerja).
c.
Performance : (Kelelahan, perubahan
penampilan, dll).
d.
Gangguan tidur : (EEG modification, sleep stage alteration, awekening, medication/pemakaian
obat tidur).
e.
Gangguan psychologis/behavior : (annoyance, anxiety/nervositas, fear, penyakit akibat stress, perasaan tidak
senang atau mudah marah).\
2.
Pengaruh Auditoir Akibat Bising.
Gangguan yang
dapat dialami oleh tenaga kerja apabila terpapar dengan bising adalah (Wijaya,
2008) :
a.
Trauma Akustik
Terjadi oleh
paparan suara yang sangat keras dan dalam waktu yang sangat singkat, misalnya
ledakan. Kerusakan ini mudah didiagnosis terjadinya dapat dengan tepat
diketahui. Bagian yang terkena umumnya pada gendang telinga (membran timpani
pecah/lubang).
b.
Ketulian sementara
(Temporary Threshold Shift-TTS)
Terjadi
apabila seseorang memasuki tempat bising, sehingga mengalami kenaikan nilai
ambang dengar yang sementara. Kenaikan ini akan pulih kembali apabila keluar
dari tempat bising. Untuk kembali secara sempurna maka perlu istirahat (bebas
bising) untuk pemaparan di atas 85 dB maka recovery
sempurna memerlukan waktu 3-7 hari. apabila recovery
tidak dapat sempurna maka dalam waktu lama akan menjadi Permanent Threshold Shift (tuli bersifat menetap).
c.
Permanent Threshold Shift (PTS)
Permanent
threshold shift atau sering disebut Noise-Induced
Hearing Loss (NIHL) adalah kehilangan daya dengar secara perlahan-lahaan
oleh karena pemaparn bising keras (di atas 85 dB), dalam waktu yang lama dan
akhirnya bersifat irreversibel. PTS atau NIHL ini dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kepekaan
individu, obat-obatan, darah (Hb, tekanan darah, kadar gula dan lain-lain),
penyakit telinga serta umur. Sedangkan faktor eksternel yang berperan adalah
intensitas kebisingan, lama pemaparan, spektrum suara, jenis bising, hobi, dan
bising lingkungan tempat kerja.
E.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tuli Akibat Bising
Tidak semua
kebisingan dapat mengganggu para pekerja. Hal tersebut tergantung dari beberapa
faktor, diantaranya (Wahyu, 2003) :
1.
Intensitas Bising
Intensitas
bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan logaritma kuadrat
tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Nada
1000 Hz dengan intensitas 85 dB jika diperdengarkan selama 4 jam tidak akan
membahayakan. Intensitas menentukan derajat kebisingan.
2.
Frekuensi Bising
Frekuensi
bunyi yang dapat didengar menusia terletak antara 16 hingga 20.000 Hertz,
frekuensi bicara terdapat dalam rentang (250-4000)Hz. Bising dengan frekuensi
tinggi lebih berbahaya daripada bising dengan frekuensi rendah.
3.
Durasi/lamanya berada dalam lingkungan bising
Semakin lama
berada dalam lingkungan bising, semakin berbahaya untuk pendengaran.
4.
Sifat Bising/Temporal Pattern
Bising yang
didengar terus-menerus lebih berbahaya dari bising yang terputus-putus. Sebab
suara yang kontinyu lebih banyak energi daripada suara yang terputus-putus.
5.
Waktu Di Luar Dari Lingkungan Bising
Waktu kerja di
lingkungan bising diselingi dengan bekerja beberapa jam sehari di lingkungan
tenang akan mengurangi bahaya mundurnya pendengaran.
6.
Kepekaan Seseorang (Individual
Suceptibility)
Kepekaan
seseorang mempunyai kisaran luas, secara teliti hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan Audiogram secara
berulang-ulang.
7.
Umur
Orang yang
berumur lebih dari 40 tahun akan lebih mudah tuli akibat bising. Di samping
faktor-faktor tersebut, masih ada beberapa yang menimbulkan trauma akustik.
8.
Sifat-Sifat Fisik Suara Penyebab/Spektrum Suara
a.
Frekuensi tinggi
yang lebih membahayakan
b.
Intensitas lebih
dari 85 dB dapat menimbulkan gangguan dan batas ini disebut “Critical Level Of Intensity”
c.
Bahan yang dipakai
untuk bekerja misalnya metal banyak menimbulkan resonansi getaran.
F.
Pengukuran Kebisingan
Pengukuran
kebisingan di tempat kerja diukur dengan sound level meter yaitu alat digital
yang dapat menunjukkan secara langsung hasil kebisingan di tempat kerja
(Pedoman Praktikum Laboratorium K3, 2004 dalam Putra, 2011).
G.
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang
Batas adalah faktor tempat kerja yang dpaat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Permenakertrans No. PER.
13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di
tempat kerja NAB kebisingan yang ditetapkan di Indonesia adalah sebesar 85 dBA.
Akan tetapi NAB bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak
akan terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang ada
(Budiono, 2003 dalam Putra, 2011).
Tabel 1
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemaparan Per Hari
|
Intensitas Kebisingan (Dba)
|
|
8
|
Jam
|
85
|
4
|
|
88
|
2
|
|
91
|
1
|
|
94
|
|
|
|
30
|
Menit
|
97
|
15
|
|
100
|
7,5
|
|
103
|
3,75
|
|
106
|
1,88
|
|
109
|
0,94
|
|
112
|
|
|
|
28,12
|
Detik
|
115
|
14,06
|
|
118
|
7,03
|
|
121
|
3,52
|
|
124
|
1,76
|
|
127
|
0,88
|
|
130
|
0,44
|
|
133
|
0,22
|
|
136
|
0,11
|
|
139
|
Catatan : Tidak
boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
|
Sumber : Permenakertrans No.
PER. 13/MEN/X/2011
Tabel 2
Tingkatan pajanan kebisingan maksimal selama 1 hari
Pada ruangan proses
No.
|
Tingkat Kebisingan (dBA)
|
Pemaparan
Harian
|
1
|
85
|
8 jam
|
2
|
88
|
4 jam
|
3
|
91
|
2 jam
|
4
|
94
|
1 jam
|
5
|
97
|
30 menit
|
6
|
100
|
15 menit
|
Sumber : Kepmenkes No.
1405/MENKES/SK/X/2002
Peraturan Menteri
Kesehatan No. 718/Menkes/Per/Xi/1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan
kesehatan membagi daerah menjadi empat bagian seperti dalam tabel berikut (Leksono,
2009) :
Tabel 3
Pembagian Zone dan Kebisingan yang diperbolehkan
No.
|
Zona
|
Tingkat Kebisingan (Dba)
|
|
Maksimum Yang Dianjurkan
|
Maksimum Yang Diperbolehkan
|
||
1
|
Zona A adalah zona yang diperuntukkan bagi tempat-tempat penelitian,
rumah sakit, tempat perawatan kesehatan, atau sosal dan sejenisnya.
|
35
|
45
|
2
|
Zona B adalah zona yang diperuntukkan bagi perusahaan, tempat
pendidikan,, reksreasi dan sejenisnya.
|
45
|
55
|
3
|
Zona C adalah zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan,
perdagangan, pasar, dan sejenisnya.
|
50
|
50
|
4
|
Zona D adalah zona yang diperuntukkan bagi industri pabrik, stasiun
kereta, terminal bus dan sejenisnya.
|
60
|
70
|
Sumber : Leksono, 2009.
H.
Upaya Pengendalian Kebisingan
1.
Menghilangkan Kebisingan Dari Sumber Suara
Menghilangkan
kebisingan dari sumber suara ialah dengan mengganti beberapa alat dengan alat
lain yang lebih sedikit menimbulkan bunyi. Cara penggantian atau substitusi itu
antara lain (Wahyu, 2003) :
a.
Yang seharusnya
memaku diganti atau substitusi dengan mengelas.
b.
Yang seharusnya
memaku dengan tekanan angin diganti dengan pemampatan
c.
Memotong dapat
diganti dengan mangasah
d.
Beberapa alat yang
memakai pompa angin dapat diganti dengan linstrik
e.
Gigi logam yang
bergesekan dapat diganti dengan sistem berjalan
f.
Mengerjakan besi
dan logam lain selagi masih panas lebih sedikit menimbulkan bising dar pada
logam dan besi tersebut dingin.
2. Menghilangkan
Transmisi Kebisingan Terhadap Manusia.
Untuk
menghilangkan atau mengurangi transmisi kebisingan terhadap manusia dapat
dilakukan berbagai usaha, salah satu diantaranya ialah dengan menutup/menyekat
mesin atau alat yang mengeluarkan bising, kesukaran yang dihadapi dalam meredam
(shielding) bunyi umumnya ialah
terletak pada peredam bunyi yang keluar dari lobang-lobang. Untuk menutup
mesin-mesin yang bising dapat dilakukan sebagai berikut :
a.
Menutup mesin
serapat mungkin
b.
Mengolah semua
pintu-pintu dan lobang-lobang secara akustik
c.
Bila perlu
mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurangi penjalaran getaran.
3. Melakukan Noise Control Technique (Pengendalian
Secara Teknik).
Cara dibawah
ini bisa dipertimbangkan dalam mengurangi suara dari mesin :
a.
Pemakaian akustik
barrier untuk melindungi, defleksi
atau absorpsi daripada suara.
b.
Pemakaian partial enclosure sekeliling mesin
c.
Pemakaian complete enclosure.
d.
Pemakaian booth
(sound proof room) untuk operator mesin kalau dirasa tidak praktis menurunkan
level suara.
e.
Reduksid dan
eliminasi kebocoran penjalaran
f.
Penggunaan
vibration dan ping material untuk mereduksi transmisi suara dari permukaan yang
tipis
g.
Penggunaan
vibration isolator untuk mereduksi radiasi dari suara dari permukaan supaya
tidak bergetar.
h.
Pemakaian flexible
connectors antara bahan bengunan dasar seperti pipa, listrik.
i.
Pemakaian Lined Duct dengan sound absortive
material untuk mengabsorpsi suara yang terjadi dalam ruangan sempit.
j.
Pemakaian metode
lain yang kurang berisik untuk menjalankan fungsinya.
4. Mengadakan
Perlindungan Terhadap Karyawan.
Usaha lain
dalam mengendalikan bising ialah ditujukan terhapad pekerjanya itu sendiri yang
terpapar terhadap kondisi bising. Cara ini sebenarnya lebih praktis namun
kesulitannya terletak pada si karyawan itu sendiri dan berhubungan erat dengan faktor
manusia.
Dalam rangka
usaha melindungi karyawan dari kebisingan di lingkungan kerja dapat dipakai
dalam beberapa cara, salah satu diantaranya ialah dengan memakai alat pelindung
telinga atau “Personal Protctive Devices”
yaitu dengan menyediakan ear defender,
berupa ear plugs, ear muffs, atau helmet. Cara lain ialah dengan menghilangkan pemaparan karyawan
yang terpapar tadi dengan memberikan libur atau memindahkannya ke bagian/unit
lain setelah ada hasil pengukuran kesehatan medis.
Pemilihan ear plug (sumbat telinga) dan ear muff (tutup telinga) adalah
tergantung kesenangan masing-masing. Hanya yang harus diperhatikan, keuntungan
dan kerugian dari masing-masing jenis APD. Pada Sound Level Meter melebihi 100 dB sebaiknya memakai ear muff.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Jumat, 20 April 2012 pada
pukul 14.30 – 16.00 WITA.
B.
Tempat
Penelitian
Lokasi atau tempat yang merupakan obyek penelitian
ini adalah Laboratorium Terpadu Lt.3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin, Lego-Lego Fakultas Kesehatan
Masyarakat Unhas, dan pinggir jalan depan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas.
C.
Instrumen
Penelitian
1. Sound Level Meter (LUTRON) tipe SL 4013
2.
Timer/Stopwatch
Gambar 1 : Sound Level Meter
(LUTRON) SL 4013
D.
Prinsip
Kerja
Pada umumnya Sound
Level Meter (SLM) diarahkan ke sumber suara, setinggi telinga pekerja (150
cm dari tanah), agar dapat menangkap kebisingan yang tercipta.
Prinsip kerja SLM yaitu apabila ada benda bergetar, maka
akan menyebabkan perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini dan
selanjutnya akan menggerakkan meter petunjuk (Rwahyuningrum, 2011).
E.
Cara
Kerja
Dalam praktikum ini dilakukan pada 3 lokasi berbeda,
dimana pada masing-masing tempat dilakukan pengukuran sebanyak 10 kali dalam
waktu 5 menit. Sehingga lamanya waktu yang dibutuhkan pada praktikum ini yaitu
15 menit. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Memasangkan
Micrifone pada Sound Level Meter.
2.
Menekan tombol
“POWER”, lalu menunggu hingga angka pada monitor menjadi stabil (Perubahan
tidak signifikan). Kira-kira selama 1-2 menit.
3.
Setelah
menganalisis jenis kebisingan yang akan diukur, tekan tombol “Fast/Slow”.
(pilihan Fast untuk jenis kebisingan kontinyu sedangkan pilihan Slow untuk
jenis kebisingan terputus-putus).
4.
Pada tombol “A/C”,
pilih “A” sebagai tanda bahwa yang akan diukur merupakan intensitas kebisingan
yang sampai ke individu/pekerja.
5.
Kemudian pada
tombol “RANGE” pilih “AUTO” untuk menujukkan semua skala pengukuran.
6.
Pengukuran dimulai
dengan memposisikan microfone setinggi telinga pekerja (150 cm dari tanah).
7.
Setelah 30 detik,
tombol “HOLD” ditekan lalu mencatat hasil pengukuran yang ditunjukkan pada
monitor SLM. Kemudian mengulangi langkah ini sebanyak 10 kali.
DAFTAR
PUSTAKA
Babba, Jennie. 2007. Hubungan
Antara Intensitas Kebisingan Di Lingkungan Kerja Dengan Peningkatan Tekanan
Darah. (online) http://eprints.undip.ac.id/17966/1/JENNIE_BABBA.pdf, Diakses tanggal 23 April 2012
Hanifa, Tri Yuni Ulfa. 2005. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kelelahan Pada Tenaga Kerja Industri
Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang. Universitas Negeri
Semarang.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor. 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri. (ONLINE)http://dinkes.pasuruankab.go.id/downlot.php?file=Kepmenkes%201405-MENKES-SK-XI-2002%20Kesehatan%20Lingk%20di%20t4%20Kerja.pdf, Diakses tanggal 23 April 2012
Leksono, Rangga Adi. 2009. Gambaran Kebisingan Literatur 2. FKM UI. (ONLINE) http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125420-S-5631-Gambaran%20kebisingan-Literatur.pdf, Diakses Tanggal 23 April 2012
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rineka Cipta
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor. PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja. (ONLINE) http://xa.yimg.com/kq/groups/1051902/1362821294/name/PERMENA, Diakses tanggal 16 April 2012
Putra, Dian Tri. 2011. Hubungan Antara Kebisingan, Iklim Kerja Dan
Sikap Tubuh Saat Bekerja terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja Di Industri
Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. (ONLINE) http://www.scribd.com/mobile/documents/57888492/download?commit=Download+Now&secret_password=
pada tanggal 16 April 2012
Rwahyuningrum. 2011. Kebisingan.
(ONLINE) http://rwahyuningrum.blog.uns.ac.id/2011/09/16/kebisingan/ Diakses tanggal 23 April 2012
Wahyu, Atjo. 2003. Higiene
Perusahaan
Widiastuti, Retno. 2011. Studi Ergonomi Kognitif Untuk Mengetahui Penurunan Produktivitas Kerja
Akibat Kenaikan Tingkat Kebisingan. Jurnal Teknologi, Volume 4 Nomor 2,
Desember 2011, 136-145. (ONLINE) http://jurtek.akprind.ac.id/sites/default/files/136-145_retno.pdf, Diakses tanggal 24 April 2012
Wijaya, Buana. 2008. Perbedaan
Tekanan Darah Pada Pekerja Berdasarkan Umur, Indeks Massa Tubuh Dan Intensitas
Kebisingan Di Koperasi Jasa Usahabersama Puspetasari Ceper Klaten Tahun 2007. Universitas muhammadiyah semarang. (Online) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-buanawijay-452-2-bab2.pdf, Diakses tanggal 23 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar