Halaman

selamat datang teman-teman

makasih atas kunjungannya .....

Senin, 31 Oktober 2011

TARGET ORGAN :  PARU-PARU

1.      Silika Bebas (SiO2)
a)      Sifat bahan:
luas permukaan dan volume porinya yang besar, dan kemampuan untuk menyerap berbagai zat seperti air, oli serta bahan radioaktif. Pada umumnya silika bisa bersifat hidrofobik ataupun hidrofilik sesuai dengan struktur dan morfologinya. (Bagus dan Budi, 2006).

b)     Cara masuk dan distribusi
Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm akan tertahan di alveolus. Partikel ini kemudian di telan oleh sel darah putih yang khusus. Banyak dari partikel ini dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Pada kelenjar, sel darah putih itu kemudia berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan damapak yang lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar yang kemudian akan merusak jarul normal cairan limfatik melalui kelenjar limfe. Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, foci baru di dalam pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk sel-sel yang telah tercemar oleh debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga. Kemudian, nodul- nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru. Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan sebab utama dari dyspnoea.

c)      Eksresi:
Banyak dari partikel ini dibuang bersama sputum

d)     Efek toksik:
1.      Simple Silikosis : Dimana penderita mulai mengeluh sesak ketika bekerja yang mula-mula ringan kemudian menjadi berat. Juga mungkin ditemui adanya batuk kering.
2.      Silikosis Sedang : Sesak dan batuk makin menjadi  dan faal paru jelas mulai terganggu. Pada pemeriksaan dapat terdengar suara nafas bronchial yang kadang-kadang disertai bronki basah.
3.      Silikosis Berat : Kelainan paru makin menghebat dan terjadi cor pulmonale.

e)      Industri yang menggunakan :
Industri yang menghasilkan batu-batu untuk bangunan, pabrik semen, perusahaan keramik, tambang timah putih, tambang besi, tambang batu bara, perusahaan granit, pabrik besi dan baja.


2.      Asbes
a)      Sifat bahan:
Serat asbes bersifat tahan panas dapat mencapai 800oC. Selain itu asbes relatif sukar larut, daya regang tinggi dan tahan asam (hanya amfibol). Asbes dapat menjadi kering atau rapuh bila keberadaannya digangggu (misal: perbaikan penyekat pipa) atau oleh karena termakan usia. Sekali terdapat di udara, serat asbes akan menetap dalam jangka waktu yang panjang dan kemudian terhirup oleh manusia yang berada di lingkungan tersebut.

b)     Cara masuk dan distribusi
Mekanisme kerja asbes dalam saluran pernapasan : Serat-serat dengan diameter kurang dari 3 milimikron yang terinhalasi akan menembus saluran napas dan tertahan dalam paru-paru. Sebagian besar serat yang masuk ke paru-paru dibersihkan dari saluran napas melalui ludah dan sputum. Sedangkan dari serat-serat yang tertahan dalam saluran napas bawah dan alveoli, sebagian serat pendek akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke kelenjar limfe, limpa, dan jaringan lain. Sebagian serat yang menetap pada saluran napas kecil dan alveoli (khususnya amfibol) akan dilapisi oleh kompleks besi-protein dan menjadi badan-badan asbes atau badan feruginosa. Diduga krisolit menghilang dari tubuh secara bertahap, tetapi bukti tentang hal ini hanya sedikit sekali. Setelah pajanan yang lama atau berat, retensi serat-serat asbes cukup besar. Secara perlahanlahan akan timbul fibrosis paru interstisial difus dan progresif, dengan lesi-lesi linier individual lambat laun menyatu. Fibrosis pleura ringan sampai berat seringkali ditemukan, dan kadangkala tampak plakplak pleura hialin atau kalsifikasi, yang tidak harus berkaitan dengan asbes

c)      Ekresi:
Sebagian besar serat yang masuk ke paru-paru dibersihkan dari saluran napas melalui ludah dan sputum.

d)     Efek toksik:
Sesak nafas ketika melakukan aktifitas yang sering kali diikuti dengan batuk kering. Sesak nafas kemudian terus bertambah batuk berdahak, penuruan berat badan, dan penderita biasanya menjadi rentan sekali terhadap kemungkinan infeksi paru secara berulang.


e)      Industri yang menggunakan:
Pembuat kabel listrik, cat, dan kendaraan bermotor sampai pada atap rumah, pabrik kertas, pabrik tekstil dan semen.


3.      Debu kapas
a)      Sifat bahan
debu kapas termasuk debu organik yang mengandung unsur karbon yang bersifat sebagai fibrosis pada paru. Selain itu, debu kapas tergolong sebagai suspended particulate matter yang berada di udara dan tidak mudah mengendap (faisal,1997). Beberapa ukuran debu kapas antara lain :
1.      Ukuran 5-10 mikron : ditahan di saluran nafas bagian atas
2.      Ukuran 3-5 mikron : ditahan di saluran nafas bagian tengah
3.      Ukuran 1-3 mikron : mengendap pada alveoli
4.      Ukuran 0,1-1 mikron : tidak mudan mengendap hingga di permukaan alveoli
5.      Ukuran < 0,1 mikron : tidak hinggap di permukaan alveoli dan selaput lendir karena adanya gerak brown (dapat keluar masuk permukaan alveoli).

b)     Cara masuk dan distribusi:
Debu Kapas dapat memasuki tubuh manusia melalui sistem pencernaan, sistem pernapasan, atau - pada saat cedera serius atau pembedahan - menemukan jalan langsung ke salah satu rongga tubuh.

c)      Eksresi
Debu kapas diekskresikan melalui sputum dan ludah ketika batuk, ada juga sebagian yang mengikuti peradaran darah.

d)     Efek toksik:
Keluhan atau rasa sempit di dada dan keluhan sesak nafas pada hari pertama kembali masuk kerja setelah libur akhir pekan.

e)      Industri yang menggunakan:
Pabrik tekstil,


4.      Debu Batubara
a)      Sifat bahan:
Ø  Data Fisik
Sifat fisik dari debu batubara bervariasi tergantung pada jenis batubara tertentu.
1.      Berat molekul: Bervariasi.
2.      Titik didih: Bervariasi.
3.      Gravitasi spesifik: Bervariasi.
4.      Kepadatan uap: Tidak dipakai.
5.      Lebur / titik beku: Bervariasi.
6.      Tekanan uap: Tidak dipakai.
7.      Kelarutan: Bervariasi.
8.      Tingkat Penguapan: Tidak ditentukan.
Ø  Reaktivitas
1.    Kondisi berkontribusi ketidakstabilan: Panas, percikan, api terbuka, atau sumber penyulut lainnya.
2.    Pertentangan: Tidak ada dilaporkan.
3.    Risiko dari pembusukan produk: Tidak ada dilaporkan.
4.    Tindakan pencegahan khusus: Tidak ada dilaporkan.
Ø  Mudah terbakar
The National Fire Protection Association belum memberikan peringkat mudah terbakar menjadi debu batubara. Sumber lain tingkat debu batubara sebagai bahaya kebakaran dan mempertimbangkan debu udara suatu bahaya ledakan bila zat ini terkena panas atau api terbuka.
1.      Titik nyala: Data tidak tersedia.
2.      Suhu Autoignition:> 601 derajat C (> 1114 derajat F)-awan;> 200 derajat C (> 392 derajat F)-lapisan
3.      Batas mudah terbakar di udara:> 0,05 oz. / ft (3)
4.      Extinguishant: Untuk kebakaran kecil menggunakan bahan kimia kering, pasir, tanah, semprotan air, atau busa biasa. Gunakan semprotan air, kabut, atau busa reguler untuk memerangi kebakaran besar yang melibatkan debu batu bara.

b)     Cara masuk dan distribusi
Debu-debu batu bara yang bisa berterbangan hingga radius 40 kilo meter. Debu batubara umumnya masuk ke tubuh manusia melalui jalan pernafasan(inhalasi). Selain itu, debu batubara juga mampu mengendap di tanah,makanan, maupun sumber air minum bahkan bisa terserap melalui pori-pori tubuh.

c)      Eksresi
Berdasarkan dari cara masuknya ke dalam paru-paru, debu batubara diekskresikan melalui jalur nafas berupa ludah dan sputum, melalui keringat, dan melalui urin.

d)     Efek toksik:
Sesak nafas, lebih jelas dari pada silikosis, jelas tanda bronchitis kronik istilah yang dipakai pada penderita antracosis miners phsytis, kalau disertai batuk terlihat dahak hitam atau disebut melano phsytis, berangsur-angsur cyanosis bertambah jelas akibatnya terlihat clabbing fingers yaitu dada menjadi bundar dan ujung-ujung jarinya membesar.

e)      Industri yang menggunakan:
Tambang arang batu.


5.      Debu Berrilium
a)      Sifat bahan:
ringan, mudah pecah, mudah ditembus sinar-X, tahan terhadap oksidasi di udara, titik lebur tinggi yaitu 12870 C, sangat kuat, dan bisa menjadi konduktor listrik yg baik.

b)     Cara masuk dan distribusi
Manusia bisa terpapar Berilium terutama melalui inhalasi asap atau debu Berilium. Paparan Berilium lewat inhalasi akan di absorpsi secara lambat dan Berilium akan terakumulasi di paru-paru, Berilium disimpan dalam paru-paru sebesar 67%,serta didalam tulang sebesar 15%.

c)      Eksresi:
inhalasi Berilium menunjukkan bahwa ekskresi terjadi terutama lewat ginjal dengtan waktu paruh 2-8 minggu. Dengan demikian kadar urin Berilium mampu menunjukkan jumlah berilium yang dieliminasi dan tidak menggambarkan total kadar Be dalam tubuh (Klaaassen et al., 1986; Daurherty,2005; Widowati 2008).

d)     Efek toksik:
Pada reaksi akut sebagai kelainan kulit, conjunctiva dan selaput lendir jalan kapas, demam, batuk banyak dahak, sakit di belakang tulang dada, nadi cepat dan kapasitas vital paru-paru sangat menurun, keluhan rasa capek dan lemas, reaksi kronis dyspnoe, cyanosis dan clabbing finger.

e)      Industri yang menggunakan:
Perusahaan yang membuat aliasi berilium tembaga, pada pembuatan tabung radio, pembuatan tabung fluorescent, penggunaannya sebagai sumber tenaga atom.
REFERENSI :
6.      http://oposisinews.wordpress.com/2010/07/04/pltu-kanci-mengancam-manusia-dan-ekosistem/

Jumat, 28 Oktober 2011

Motivasi Kerja dan kinerja karyawan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Sejak terjadinya revolusi industri di Inggris pada abad ke-18, hampir semua negara di dunia juga melakukan perubahan ke arah industrialisasi, tidak terkecuali di Indonesia. Masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat petani sekarang sudah mulai mencoba membuka peluang di bidang Industri seperti yang dilakukan di negara-negara lainnya.
Industri merupakan salah satu usaha ekonomi untuk yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang banyak atau masyarakat. Pada dasarnya seseorang atau kelompok tertentu membuat sebuah industri dengan tujuan akhir untuk memperoleh keuntungan.
Dalam era globalisasi dan persaingan usaha yang sangat ketat sekarang ini, kinerja karyawan yang optimal menjadi suatu yang sangat dibutuhkan. Mengingat kinerja karyawan sangat mempengaruhi keberlangsungan suatu industri apakah mampu bersaing mengikuti perkembangan yang ada atau tidak.
Menurut Tosi dan Carrol (1976) motivasi dengan prestasi kerja merupakan satu hubungan yang kompleks, motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan para karyawan. Suatau pekerjaan yang dilakukan oleh para manajer adalah memotivasikan karyawannya, demi meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja (Wijono, 2010: 19). Sehingga para pemilik industri senantiasa memutar otak untuk dapat meningkatkan motivasi kerja pekerjanya.
1.2  RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah yaitu :
1.      Apa definisi dari motivasi kerja ?
2.      Apa yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan ?
3.      Apakah motivasi kerja dapat mempengaruhi kinerja dari karyawan ?
4.      Bagaimana cara untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan ?

1.3  TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah dari makalah, tujuan yang ingin dicapai ialah
1.      Untuk mengetahui definisi motivasi kerja menurut para ahli.
2.      Untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan.
3.      Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan.
4.      Untuk mempelajari dan mengetahui cara/metode yang dilakukan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan.















BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  MOTIVASI
2.1.1        Definisi
Motivasi dalam bahasa Inggris disebut “motivation” yang berasal dari bahasa Latin movere yang dimaksud dengan “menggerakkan” (Steers & Poter, 1975; Wijono, 2010: 20). Dalam artian seseorang akan melakukan sesuatu (bergerak) jika didasari oleh kehendak atau keinginan tertentu. Kehendak atau keinginan itu dapat pula dikatakan motif atau yang mengakibatkan munculnya perilaku.
Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu (Munandar, 2010 : 323).
Adapun definisi konseptual motivasi dan motivasi kerja yang dikemukakan oleh Murray (1968: 7-8) memberi definisi motivasi adalah sebuah faktor yang mengakibatkan munculnya, memberi arah dan menginterpretasikan perilaku seseorang (Wijono, 2010: 20)
Kemudian Lawler (1973: 3) memberi definisi motivasi sebagai perilaku yang dikontrol oleh pengontrolan pusat manusia yang mengarahkan individu untuk mencapai sesuatu tujuan(Sutarto, 2010: 20). Dan menurut Arifin Hj. Zainal (1984: 54) motivasi adalah sebagai sesuatu yang bersumber dari dalam atau dari luar (Wijono, 2010: 21).
Menurut Bernard Berendooni dan Gary A. Stainer motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Sedarmayanti, 2009:216).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa motivasi kerja merupakan sesuatu faktor yang mendorong seseorang baik dari dalam diri seseorang maupun dari luar, untuk berperilaku melakukan sesuatu aktivitas kerja. Dorongan dari dalam dapat berupa kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan yang ingin terpenuhi dan dorongan dari luar dapat berupa suatu tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dalam waktu tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan dari pemberian faktor motivasi kepada karyawan adalah untuk meningkatkan semangat pekerja dalam bekerja, dan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan produktivitas kinerja karyawan.
2.1.2        TEORI MOTIVASI
Ada beberapa teori motivasi yang telah dikembangkan, namun pada dasrnya terklasifikasi menjadi dua teori umum yaitu Teori Motivasi Isi dan Teori Motivasi Proses.
A.    Teori Motivasi Isi
1)      Teori Hierarki  Kebutuhan Maslow (1970)
Kebutuhan dari tiap individu berbeda-beda, dan menurut Maslow pemenuhan akan kebutuhan tersebut sulit dalam waktu yang bersamaan. Maka Maslow menyusun kebutuhan manusia dalam 5 tingkat dan pemenuhannya juga berdasarkan tingkat kepentingannya.
1.      Kebutuhan Fisiologis atau kebutuhan primer, yaitu kebutuhan yang merupakan tingkat kebutuhan paling rendah, yang pemenuhannya harus lebih awal karena menyangkut kebutuhan akan makan, minum, bernapas, tidur, seks,dan sebagainya.
2.      Kebutuhan Keamanan, yaitu kebutuhan tingkat kedua yang ingin dipenuhi setelah kebutuhan primer telah terpuaskan. Kebutuhan ini berkaitan dengan keiginan akan perlindungan dan rasa aman terhadap segala ancaman, terjamin keselamatannya saat bekerja dan sebagainya.
3.      Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan yang diperlukan dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain. Memberi dan menerima persahabatan, kasih sayang, dan teman berbagi dalam menjalankan aktivitasnya.
4.      Kebutuhan Harga diri, yaitu yang meliputi 2 jenis (Munandar, 2001: 328), yaitu yang mencakup faktor internal seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, kompetisi, dan otonomi. Dan faktor eksternal yang mencakup reputasi seperti kebutuhan untuk dikenali, diakui, penghargaan, dan status.
5.      Kebutuhan Aktualisasi Diri, yaitu kebutuhan ingin melakukan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini akan muncul jika empat kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi. Seseorang cenderung Ingin menunjukkan kemampuan yang berbeda dari orang lain dengan membuat seluruh potensi yang dimilikinya dapat terwujud sacara nyata.
Jika karyawan berprinsip ‘bekerja adalah nilai’ sehingga tidak merasa bahwa ketaatan pada atasan merupakan suatu paksaan, akan menimbulkan corak motivasi yang proaktif. Sebaliknya jika karyawan berprinsip ‘bekerja adalah taat kepada atasan’ sehingga merasa bahwa segala yang ia kerjakan adalah paksaan, akan menimbulkan corak motivasi yang reaktif.
2)      Teori Kebutuhan ExistenceRelatedgrowth (E.R.G) Alderfer
Berbeda dengan teori kebutuhan Maslow, Alderfer mengelompokkan kebutuhan manusia dalam tiga kelompok, yaitu
1.      Kebutuhan Eksistensi (Existence needs). Disebut pula kebutuhan keberadaan yang meliputi berbagai macam kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan materi dan fisik seperti kebutuhan makan dan minum, penghasilan, dan keselamatan secara fisik. Kebutuhan ini termasuk dalam kebutuhan tingkat pertama dan kedua pada tata tingkat kebutuhan maslow.
2.      Kebutuhan Relasi (Relatedness needs) atau kebutuhan hubungan. Kebutuhan ini berada pada tingkat ketiga pada teori Maslow. Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan seseorang untuk membagi perasaan dan pikirannya dengan orang lain disekitarnya. Keinginan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan terbuka dengan rekan kerjanya, atasan atau bawahan.
3.      Kebutuhan Pertumbuhan (growth needs), yaitu kebutuhan untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya agar dapat lebih kreatif dan produktif dalam beraktivitas. Kebutuhan ini hanya akan terpuaskan jika seseorang telah mampu menunjukkan perkembangan potensi yang dimilikinya dalam kehidupannya.

3)      Teori Dua Faktor herzberg
Teori dua faktor ini disebut juga teori hygiene-motivasi. Herzberg menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu (Munandar,2001: 331).
a.       Tanggung Jawab (responsibility), yaitu besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja
b.      Kemajuan (advancement), yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
c.       Pekerjaan itu sendiri, yaitu besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
d.      Capaian (achievement), yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
e.       Pengakuan (recognition), yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.
Kelompok faktor yang lain yaitu hygene factors (faktor pemeliharaan) yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dan meliputi faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yang meliputi faktor (Wijono, 2010: 38) :
a.       Administrasi dan kebijakan perusahaan
b.      Hubungan dengan bawahan
c.       Keamanan kerja
d.      Kondisi-kondisi kerja
e.       Gaji
Kebutuhan yang tergolong hygiene (faktor pemeliharaan), bila tidak mendapatkan pemuasan akan menimbulkan ketidakpuasan dalam kerja. Namun bila terpuaskan, orang belum akan puas (belum benar-benar termotivasi terhadap pekerjaannya). Namun yang menimbukan motivasi kerja yang tinggi adalah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang termasuk ke dalam faktor motivator (Anoraga, 2009: 39-40).
4)      Teori Motivasi berprestasi (Achievement motivation) David McClelland.
Dalam teori ini McClelland mengemukakan 3 motif, yaitu
a.       Motif kekuasaan
Motif/kebutuhan berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat untuk mengandalkan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain (Munandar, 2001: 334). Hal ini memiliki dampak negatif jika keinginan untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain demi kepentingan pribadinya. Dan akan berdampak positif jika motif kekuasaannya lebih memainkan peran dalam meningkatkan organisasi. McClelland (1970) mengatakan bahwa seorang manajer yang memegang tanggung jawab pengadministrasian sebuah organisasi mau tidak mau terpaksa menggunakan kekuasaannya terhadap karyawan yang prestasinya kurang baik (Wijono, 2010: 40). Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan.
b.      Motif Afiliasi
Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka tidak menghendaki situasi konflik antar pekerja maupun antara atasan dan bawahan. Motif ini sebenarnya mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan hubungan interpersonal antara manajer dengan karyawan dalam konteks keseluruhan organisasi. Dengan kata lain hubungan kerjasama antara manajer dengan para karyawan akan tercipta dalam suasana yang penuh dengan kehangatan dan kondusif dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi (Wijono, 2010:41). Pemimpin harus berusaha agar karyawan dalam suatu organisasi yang dipimpinnya mempunyai motivasi kerja yang tinggi untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Dengan kata lain, pencapaian tujuan organisasi membutuhkan suatu human relations yang baik (Yuningsih, 2011).
c.       Motif Berprestasi
Menurut McClelland (1961) aplikasi dari motif berprestasi menjelaskan bahwa individu akan mengerjakan sesuatu dengan gigih dan risiko pekerjaannya adalah moderat (sedang), maka ia akan bekerja lebih bertanggung jawab dan memperolah umpan balik atas hasil prestasinya (Wijono, 2010: 41). Individu ini cenderung tidak menyukai berhasil secara kebetulan. Mereka lebih mengejar pretasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Segala tujuan yang ditetapkan  merupakan sesuatu yang tidak begitu sulit untuk dicapai tapi juga tidak terlalu mudah untuk mencapainya. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan menengah/moderate (Munandar, 2001:333). McClelland (1961) memberi ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi yaitu : (Riyadi, 2011)
Ø  Suka membuat kerja yang berkaitan dengan prestasi
Ø  Suka mengambil risiko yang sederhana
Ø  Lebih suka membuat kerja yang mana individu itu bertanggung jawaab bagi keberhasilan kerja tersebut
Ø  Suka mendapat kemudahan tentang kerja itu
Ø  Lebih mementingkan masa depan dari pada masa sekarang dan masa lalu
Ø  Tabah apabila menemui kegagalan.

B.     Teori Motivasi proses
1)      Teori Jalur Tujuan oleh Georgopoulos, Mahaney, dan Jones serta Locke.
Teori ini diusulkan oleh Locke(1968). Dia menjelaskan bahwa teori proses ini menekankan hubungan antara jalur tujuan dan perilaku individu. Selain itu, dia menjelaskan bahwa tingkah laku didasarkan atas dasar pencapaian suatu tujuan. Selanjutnya pendapat Georgopoulus, Mahaney, dan Jones (1975) yang telah mengembangkan suatu model yang disebut “Path Goal Theory”. Yang menekankan bahwa prestasi (performance) merupakan fungsi dari proses memfasilitasi (Facilitating process) dan proses yang menghambat (Wijono, 2010: 43). Pada prinsipnya teori ini mengarah pada penetapan tujuan yang dicapai secara sadar untuk mencapai prestasi kerja.
Ketika tujuan yang ditetapkan berdasarkan prakarsa sendiri, maka motivasi kerja individu tersebut bercorak proaktif dan memiliki keikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuannya. Namun ketika seorang karyawan untuk menetapkan sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, maka individu tersebut akan lebih bercorak reaktif dan keikatan (commitment) terhadap usaha mencapai tujuannya cenderung tidak terlalu besar.
2)      Teori Harapan
Teori ini awalnya dikembangkan oleh Vroom, kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh ahli lain yaitu Porter & Lawler. Teori harapan Lawler ini mengajukan empat asumsi (Munandar, 2001: 338-339):
a.       Tiap orang memiliki tujuan pribadi yang disadari ataupun tidak disadari. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.
b.      Orang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort= E) mereka akan mengarahkan ke perilaku unjuk kerja (performance=P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P
c.       Orang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa hasil keluaran (outcomes=O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk kerja (P).
d.      Dalam setiap situasi, tindakan dan upaya yang dilakukan seseorang ditentukan oleh harapan-harapan dan pilihan-pilihan yang dimilikinya.
Secara umum kemungkinan seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu jika dirinya percaya bahwa tingkah lakunya tersebut akan mendatangkan hasil. Kemudian individu tersebut akan percaya bahwa hasil tersebut mempunyai nilai positif bagi dirinya, sehingga ia yakin bahwa dirinya mampu mencapai prestasi yang dikehendaki.

3)      Teori Keadilan (Equity Theory)oleh J.S. Adams
Salah satu asumsi Adams ialah jika orang melakukan pekerjaannya dengan imbalan gaji/penghasilan, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan pada pekerjaannya (masukan) dan apa yang mereka terima untuk keluaran kerja mereka (Waluyo, 2009:79). Teori keadilan ini mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut :
a.       Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan.
b.      Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilangkannya.
c.       Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
d.      Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan.
Dari asumsi diatas muncul tiga kombinasi, yaitu karyawan akan termotivasi untuk meningkatkan prestasi jika memperoleh imbalan yang lebih dari apa yang telah dikerjakannya, karyawan juga akan memberikan kinerja baik jika imbalan yang diterima sesuai dengan apa yang telah dikerjakan, dan karyawan tidak akan termotivasi untuk bekerja jika imbalan yang ia terima tidak sebanding dengan apa yang telah dikerjakan.
2.1.3        MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA
Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja, diperlukan peran pemimpin/atasan, peran pekerja sendiri, dan peran organisasi (Munandar, 2001: 342-346).
A.    Peran pemimpin/atasan
Cara pokok yang dilakukan atasan untuk meningkatkan motivasi, yaitu :
1)      Pemimpin bersikap keras kepada karyawannya, dengan memaksakan karyawan untuk bekerja keras atau memberikan ancaman.
2)      Bersama-sama dengan karyawan menetapkan tujuan yang bermakna,sesuai dengan kemampuan, yang dapat dicapai melalui prestasi kerja yang tinggi. Atasan perlu mengenali sasaran yang bernilai tinggi dari bawahannya agar dapat membantu karyawannya untuk mencapainya dengan demikian atasan memotifasi karyawannya.
B.     Peran pekerja/karyawan
Hal ini berkaitan dengan tipe-tipe karyawan oleh McGregor yaitu orang-orang yang bertipe X yang bersikap malas, menghindari tanggung jawab dan harus terus dikendalikan. Sedangkan orang tipe Y cenderung bersikap rajin, berambisi untuk maju, dan senantiasa mengembangkan dirinya. sehingga tampak perbedaan peran karyawan dalam meningkatkan motivasi, jika karyawa termasuk tipe X maka motivasi kerjanya bercorak reaktif, dan yang bertipe Y termasuk corak motivasi proaktif.
C.    Peran organisasi.
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat ‘menarik’ atau ‘mendorong’ motivasi kerja seorang tenaga kerja. Kebijakan yang mampu ‘menarik’ motivasi kerja karyawan adalah kebijakan di bidang imbalan keuangan (Waluyo, 2009: 81). Sedangkan kebijakan yang mampu mendorong motivasi kerja adalah kebijakan Gugus Kendali Mutu yang merupakan suatu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pemecahan masalah dalam kelompok kecil (Munandar, 2001: 345-346).
Selain itu menurut Stoner dan Freeman, 1994) beberapa hal yang dapat dijadikan alat untuk meningkatkan motivasi karyawan atau pekerja sehingga mereka dapat terdorong dan semangat dalam melaksanakan pekerjaannya diantaranya adalah : (Dermantio, 2009: 25).
Ø  Melibatkan atau mengikutsertakan dengan maksud mengajak karyawan untuk berprestasi secara efektif dalam proses operasi dan produksi organisasi.
Ø  Komunikasi, yaitu melakukan penginformasian secara jelas terhadap tujuan yang ingin dicapai, cara-cara pencapaian dan kendala yang sekiranya akan dihadapi.
Ø  Pengakuan, yang pada dasarnya berupa pemberian penghargaan dan pengakuan yang tepat dan wajar kepada karyawan atas prestasi kerja yang dicapai.
Ø  Wewenang Pendelegasian, yaitu berkaitan dengan pendelegasian sebagai wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan serta kreatifitas karyawan.
Ø  Perhatian Timbal Balik, yaitu berkaitan dengan pengungkapan atas harapan dan keinginan pemilik atau pemimpin dan pengelola organisasi pada karyawan serta memahami, memperhatikan dan berusaha memenuhi kebutuhan karyawannya.
Melahirkan motivasi kerja hanya bisa dicapai dengan kesadaran bersama, serta pentingnya peran sang leader dalam memainkan peran sebagai motivator yang mampu menunjukkan arah yang benar, sehingga dapat membantu/ membimbing perkembangan kelompok  ke tahap kedewasaan/kemandirian dan bertanggung jawab.
2.2.KINERJA
Menurut Seymour (1991) kinerja merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang dapat diukur (Wahyudin,2003). Kinerja adalah merefleksikan seberapa baik seseorang individu memenuhi permintaan pekerjaan (Wahyudin,2003). Sementara itu menururt Suitadi (2003), Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Riyadi, 2011 dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan Vol 13).
Cascio (1995:275) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi karyawan dari tugas-tuganya yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:67); kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Koesmono, 2005)
Kinerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi. Kecakapan tanpa motivasi atau motivasi tanpa kecakapan, keduanya tidak dapat menghasilkan keluaran yang tinggi. Larsen dan Mitchell mengusulkan bahwa kinerja akan tergantung kepada adanya perpaduan yang tepat antara individu dan pekerjaannya (Sedarmayanti, 2009: 215-216).
Dale Timpe (1992) mengungkapkan kinerja adalah tingkat prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas. Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan; pertama, faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang, meliputi sikap, sifat-sifat kepribadian, sifat fisik, keinginan atau motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel personal  lainnya. Kedua, faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari linkungan, kepemimpinan, tindakan-tindakan rekan kerja, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan social. (Riyadi, 2011).
Sugianto (2001) memaparkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu :
a.       Strategi organisasional (nilai tujuan jangka pendek dan jangka panjang)
b.      Batasan situasional (budaya organisasi dan kondisi ekonomi)
c.       Atribut individual (antara lain kemampuan dan keterampilan)
Sementara itu menurut Robert, M.Raft dalam Temple (1999), dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan secara optimal dalam suatu perusahaan terdapat tujuh faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
a.       Sistem upah untuk memperbaiki motivasi kerja dalam tugas
b.      Penetapan tujuan untuk menambah motivasi kerja
c.       Program Management By Objective (MBO) untuk menjelaskan dan membuat tujuan individu sejalan dengan tujuan perusahaan
d.      Berbagai prosedur seleksi karyawan untuk mencari kemungkinan kontrak dengan individu yang berbobot dan berpengalaman.
e.       Program pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keryawan sehingga dapat berfungsi efektif.
f.       Pergantian kepemimpinan dan program-program untuk memperbaiki efektivitas manajerial.
g.      Mengubah struktur organisasi untuk memperbaiki efektivitas organisasi.
















BAB III
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1. STUDI KASUS
Kasus ini diambil dalam sebuah buku ‘Psikologi Industri dan Organisasi’ karangan Sutarto Wijono (2010). Topik dari studi kasus ini adalah “HILANGNYA MOTIVASI KERJA”.
Di sebuah perusahaan multinasional yang sangat maju bergerak dibidang produksi segala macam makanan dan mempunyai banyak karyawan serta para pemimpinnya merupakan manajer-manajer yang sangat andal. Setiap manajer mempunyai beberapa bawahan yang bekerja sesuai departemen masing-masing. Paling tidak ada seorang manajer yang memimpin 8 orang yang bekerja diperusahaan tersebut, yaitu manajer produksi, manajer pengendalian mutu produksi, manajer pemasaran, manajer personalia, manajer HRD, manajer keuangan, manajer akuntansi, dan manajer humas.
Para manajer tersebut mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam memimpin staf dan bawahannya. Dalam bekerja mereka selalu menunjukkan kejujuran, kerja sama, dedikasi, loyalitas, dan komitmen yang tinggi untuk memajukan perusahaan. Mereka sering kali memberi dukungan dan motivasi kerja kepada para bawahannya agar selalu dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Selama beberapa tahun, perusahaan tersebut telah membuktikan diri dapat melakukan kompetisi dengan perusahaan yang sejenis secara memuaskan, dan usaha pengembangan serta kemajuan yang dilakukan oleh para manajer bersama para staf dan bawahannya telah terbukti menunjukkan produktivitas dan prestasi kerja yang sangat memuaskan di semua departemen.
Namun selama satu bulan terakhir ini, situasi dan kondisi perusahaan mengalami berbagai perubahan kebijakan dan sistem pemberian ganjaran baik berupa kebutuhan fisiologi, sosial, maupun psikologis yang dilakukan oleh para direksi perusahaan. Para manajer mencoba memahami segala perubahan kebijakan dan sistem ini tidak mempengaruhi para staf manejerial dan bawahan mereka masing-masing departemen. Hasil sosialisasi dari perubahan kebijakan dan sistem tersebut menunjukkan perubahan tingkah laku, secara drastis di antara staf manajerial dan para bawahan. Sebagian besar dari mereka mulai kehilangan semangat dan motivasi kerja serta berakibat sangat serius bagi eksistensi perusahaan makanan tersebut. Produktivitas dan prestasi kerja di antara staf dan manajerial dan para karyawan mulai menunjukkan penurunan yang drastis.
3.2. PEMBAHASAN
3.2.1.      Faktor yang mempengaruhi Motivasi
Berdasarkan kasus di atas nampak bahwa motivasi sangat dipengaruhi kejujuran, kerja sama, dedikasi, loyalitas, dan komitmen yang tinggi untuk memajukan perusahaan yang dimiliki oleh karyawan maupun pimpinan. Dalam teori motivasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya juga dijelaskan beberapa hal yang mempengaruhi motivasi kerja seorang karyawan yaitu kebutuhan atau harapan, tujuan, dan umpan balik dari pimpinan.
Penelitian Yuningsih juga menunjukkan hal yang sama bahwa sinkronisasi tujuan organisasi/perusahaan dengan tujuan individu/karyawan mempengaruhi motivasi kerja karyawan sebesar 50%, kemudian dalam hal kebutuhan khususnya kebutuhan akan keselamatan dan kenyamanan kerja (tingkat kedua dalam teori kebutuhan Maslow) berpengaruh terhadap motivasi kerja sebesar 62,3%, dan kebutuhan tingkat ketiga dalam teori Kebutuhan Maslow yaitu kebutuhan akan hubungan sosial (human relation) mempengaruhi motivasi kerja karyawan sebesar 69,2%. (Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 7 No.2, Januari 2011: 200-202).
Begitu pula dengan Umpan balik dari pimpinan yang berupa pengakuan/penghargaan atau imbalan atas kinerja karyawan berpengaruh terhadap motivasi sebesar 56,4%. Hal serupa juga ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan Slamet Riyadi di Jawa Timur yang menemukan bahwa gaya kepemimpinan ikut mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Untuk lebih jelasnya hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 1: Koefisien Jalur Regresi
No
Variabel
Standardized
T - Statistik
Ket.(T-statistik >1,96)
1
X1 → Z
0,60
0,283
Tidak Signifikan
2
X2 → Z
0,489
3,652
Signifikan
3
X1 → Y
-0,154
0,792
Tidak Signifikan
4
X2 → Y
0,294
2,623
Signifikan
5
Z → Y
0,540
4,293
Signifikan
Sumber : Riyadi, 2011
Dari tabel diatas diperoleh bahwa, yang mempengaruhi motivasi Kerja (Z) adalah Gaya kepemimpinan (X2) sedangkan Kompensasi finansial tidak mempengaruhi motivasi kerja (Z) manajer. Dalam penelitian ini imbalan berupa kompensasi finansial tidak begitu mempengaruhi motivasi kerja, kemungkinan ini disebabkan karena responden yang dipilih adalah manajer tingkat menengah yang cenderung merasa kompensasi finansial yang diterimanya telah melebihi atau sesuai dengan harapan. Sehingga yang dibutuhkan adalah gaya kepemimpinan yang lebih memberikan kompensasi non-finansial seperti human relations yang baik (Riyadi, 2011, dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.13, No. 1, Maret 2011: 45-50)
Selain itu faktor lain yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan adalah budaya organisasi/perusahaan yakni yang berupa norma organisasi, kebijakan, prosedur, dan aturan sosialisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan Keosmono (2005) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh langsung dari budaya organisasi terhadap motivasi kerja sebesar 0,680 (Tabel 2)
Tabel 2: Hubungan Langsung Antar Variabel

Budaya organisasi
Kepuasan Kerja
Motivasi
Motivasi
0,680
0,000
0,000
Kepuasan kerja
1,183
0,000
1,462
Kinerja
0,506
0,378
0,003
Sumber : Koesmono, 2005
3.2.2.      Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.
Dari kasus di atas nampak bahwa betapa motivasi yang diberikan manajer kepada staf dan bawahannya sangat mempengaruhi produktivitas kinerja karyawannya. Dimana motivasi tersebut diberikan dalam bentuk pengahargaan/imbalan, human relations, keamanan dan kenyamanan kerja, dan sebagainya (telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya) berdasarkan teori-teori motivasi yang ada. Hal tersebut terbukti dari perusahaan tersebut mampu berkompetisi dengan perusahaan sejenis lainnya secara memuaskan. Tetapi ketika sistem dalam perusahaan tersebut telah berubah yang diikuti oleh perubahan tingkah laku antara manajerial dan para bawahan, semangat dan produktivitas kinerja karyawan menurun drastis. Penelitian Slamet Riyadi pada Tabel 1 menunjukkan hal serupa bahwa motivasi (Z) juga ikut mempengaruhi kinerja karyawan (Y).
Keadaan tersebut juga ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Adolf Henry (2009) yang menggunakan analisis korelasi berganda menemukan bahwa 70,1% produktivitas kerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel motivasi kerja dan budaya organisasi secara bersama-sama. Dimana budaya organisasi yang dimaksud adalah berupa norma organisasi, kebijakan, prosedur, dan aturan sosialiasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. Kemudian berdasarkan hasil uji t didapatkan bahwa jika motivasi kerja semakin meningkat maka produktivitas kerja karyawan juga akan meningkat (Henry, 2009). Hal ini juga sesuai dengan teori Dua Faktor Herzberg, dimana ada yang disebut sebagai hygiene factors (faktor pemeliharaan) yang bila tidak terpuaskan, akan menimbulkan kurangnya motivasi kerja (Anoraga, 2009: 40).
Selanjutnya ada pula penelitian yang dilakukan oleh Sundring Pantja Djati pada tenaga kerja industri Rumah Tangga di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini mengarah kepada Teori Kebutuhan Maslow dan  Alderfer. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa kebutuhan fisiologis, keamanan, dan keselamatan kerja, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan serta kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan sebesar 91,88% (Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 1, No. 1, September 1999: 29).
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
            Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
1.      Motivasi kerja merupakan sesuatu faktor yang mendorong seseorang baik dari dalam diri seseorang maupun dari luar, untuk berperilaku melakukan sesuatu aktivitas kerja.
2.      Hal-hal yang mempengaruhi motivasi kerja antara lain: Kebutuhan atau harapan, tujuan, umpan balik, budaya organisasi, dan gaya kepemimpinan atasan.
3.      Dari berbagai teori dan penelitian yang dijelaskan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa motivasi kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
4.      Dalam proses meningkatkan motivasi kerja karyawan, dibutuhkan peran atasan untuk bersikap tegas dan berusaha untuk men-sinkronisasi-kan tujuan organisasi/perusahaan dengan tujuan individu/karyawan, Peran individu/karyawan untuk mampu mengubah kebiasaannya (dari tipe X ke tipe Y), dan peran organisasi yaitu membuat kebijakan atau peraturan yang dapat mendorong atau menarik motivasi kerja karyawan seperti kebijakan di bidang imbalan keuangan.

Saran :







DAFTAR PUSTAKA

Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 319-348.
Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Kencana. Hal:19-57 dan hal ; 65-95.
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Hal: 34-45.
Sedarmayanti. 2009. TATA KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA Suatu Tinjauan Dari Aspek Ergonomi Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerjanya. Bandung:CV. Mandar Maju. Hal: 214-222.
Waluyo, Minto. 2009. Psikologi Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal:77-84.
Djati,Sundring Pantja. 1999. Pengaruh Variabel-Variabel Motivasi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Karyawan Pada Industri Rumah Tangga Di Kabupaten Sidoarjo. Dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 1, No. 1, September 1999: 22 – 35. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/15590/15582.  Diakses 06 Oktober 2011.
Henry, Adolf. 2009. Motivasi Kerja, Budaya Organisasi Dan Produktivitas Kerja Karyawan. Dalam Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009 hal: 159-165. http://www.ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/271/211.  Diakses 06 Oktober 2011
Riyadi, Slamet. 2011. Pengaruh Kompensasi Finansial,Gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur. Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.13, No. 1, Maret 2011: 45-50. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/18243/18111.  Diakses 10 Oktober 2011.
Koesmono. H. Teman. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur. Dalam Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2, September 2005: 171-188. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/16362/16354.  Diakses 06 Oktober 2011
Yuningsih. 2011. Pengaruh Human Relations Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana. Dalam Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 7 No.2, Januari 2011 hal:  191-205. http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202010./JBM/JBM%20september%202008.pdf.  Diakses 11 Oktober 2011
Dermantio, Edu. 2009. Skripsi: Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Prestasi Kerja Karyawan (Studi Kasus Surat Kabar Jurnal Bogor). Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11526/BAB%20II%20Pendekatan%20Teoritis%20I09edi.pdf?sequence=6. Diakses 10 Oktober 2011.
Wahyudin, Yusni. 2003. Tesis: Analisis Pengaruh Diskusi Verbal Dalam Review Kertas Kerja Dan Motivasi Serta Interaksinya Terhadap Kinerja Auditor Di Jawa Timur. Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/9909/1/2003MAK2181.pdf Diakses 06 Oktober 2011.